
BULELENG, balipuspanews.com– Tengkes atau stunting yakni gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak akibat gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak akurat. Belakangan Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng telah mencatat dari 31.788 bayi 4,4 persen atau sekitar 1.389 bayi mengalami gangguan pertumbuhan.
Adapun berdasarkan data yang berhasil dihimpun tercatat dua kecamatan yang menjadi terbanyak bayi mengidap tengkes yaitu Kecamatan Banjar ada 372 kasus dari total jumlah bayi yang ada dan Kecamatan Tejakula ada 236 kasus. Lantas yang paling rendah kasusnya di Kecamatan Gerokgak yaitu sekitar 61 kasus.
Ketua Tim Pelaksana Penyusunan Kajian Stunting Buleleng, Made Sugi Hartono menyampaikan bahwa di tahun 2021 Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) merilis data tentang prevalensi stunting di angka 24,4 persen atau 5,33 juta jiwa.
Sehingga pemerintah lalu menargetkan penurunan prevalensi stunting sebanyak 3 sampai 3,5 persen tiap tahunnya sampai pada tahun 2024 dapat memenuhi di angka 14 persen.
Untuk itu, sejumlah upaya pun turut dilakukan pihaknya bersama Pemerintah Kabupaten Buleleng untuk menekan angka kasus stunting. Langkah itu mulai dari pendampingan stunting dan keluarga berisiko stunting hingga memaksimalkan kelas ibu hamil dan kelas balita.
Selain itu, Hartono menyebutkan jika ada sejumlah hal yang menjadi penyebab bayi mengalami stunting. Diantaranya pola asuh yang tidak tepat, asupan makanan tidak bergizi atau kurang dari kebutuhan harian, hingga tempat tinggal yang kurang baik.
“Penghasilan di bawah UMR, tidak mendapat MPASI baik, rumah berdampingan dengan kandang hewan, tidak mendapatkan ASI eksklusif, tidak memiliki BPJS, dan tidak memiliki sarana MCK yang baik. Ini lah faktor penyebab stunting,” ungkapnya.
Disisi lain, Sekretaris Daerah Kabupaten Buleleng, Gede Suyasa menerangkan jika penurunan stunting di Kabupaten Buleleng terus dilakukan dalam pencapaian nol kasus. Salah satunya, melalui kegiatan laporan akhir Penyusunan Kajian Strategi Kebijakan Penanggulangan Stunting Melalui Pendekatan Holistik dan Terintegrasi di Kabupaten Buleleng. Maka begitu indeks yang valid dan kuat tentu data stunting di Kabupaten Buleleng akan efisien, tidak salah sasaran, dan tidak salah penanganan.
“Karena stunting tidak akan berhenti jika tahun depan pemerintah tidak responsif secara masif akan muncul lagi jika ingin bertahan di angka kecil dengan melakukan cara yang lebih intens,”ujarnya.
Dalam upaya penurunan stunting, pemerintah juga ajak peran perempuan di Buleleng untuk terlibat dalam penurunan stunting terutama di dalam keluarga. Dalam artian juga di dalam keluarga itu tidak ada perbedaan kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan dalam pola pengasuhan anak, maka secara tidak langsung akan terjadi percekcokan dan menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga nantinya.
“Jenjang ini yang harus dikuatkan yang nantinya disebut dengan Golden Age (usia emas). Ini yang harus diperhatikan mulai dari janin sampai anak lahir dan berumur 2 tahun,” tutup Suyasa.
Penulis: Nyoman Darma
Editor: Oka Suryawan