JAKARTA, balipuspanews.com – Sepanjang 2021 Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 3.092 kejadian yang didominasi bencana hidrometeorologi seperti banjir, cuaca ekstrem dan tanah longsor, yang diperparah oleh adanya fenomena La Nina.
Bencana yang paling sering terjadi yaitu banjir dengan 1.298 kejadian, disusul cuaca ekstrem 804, tanah longsor 632, kebakaran hutan dan lahan 265, gelombang pasang dan abrasi 45, gempa bumi 32, kekeringan 15 dan erupsi gunung api 1.
Penegasan disampaikan Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Lilik Kurniawan, Jumat (31/12/2021).
Berdasarkan perbandingan jumlah bencana, bencana pada tahun 2021 lebih sedikit dibandingkan tahun 2020 lalu. Pada tahun lalu bencana berjumlah 4.649 kejadian, sedangkan pada tahun 2021 3.092 atau turun 33,5 persen.
Namun menjadi perhatian, jumlah populasi yang meninggal dunia lebih tinggi. BNPB mencatat korban meninggal pada tahun ini sebanyak 665 jiwa, atau naik 76,9 persen. Kenaikan tidak hanya pada jumlah korban jiwa tetapi juga korban luka-luka, warga terdampak dan mengungsi serta rumah rusak.
Untuk itulah menurutnya, pembelajaran dari rangkaian kejadian bencana diatas penting untuk dijadikan acuan bagi rencana kesiapsiagaan yang lebih baik di tahun-tahun ke depan.
“Tidak cukup berhenti kepada pemerintah daerah saja. Masyarakat di wilayah rawan bencana juga harus mengetahui potensi bahaya di sekitar, seperti di NTT,” ucap Lilik.
Menurutnya, literasi kebencanaan perlu diketahui oleh masyarakat, khususnya tentang kejadian bencana besar yang pernah terjadi di masa lalu, seperti peristiwa siklon tropis Flores yang melanda Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 1973 lalu yang kembali terjadi pada tahun ini.
Dengan literasi kebencanaan ini, maka masyarakat diharapkan dapat mengetahui potensi kebencaan di wilayahnya. Sehingga memiliki pemahaman dan pembelajaran mengenai upaya mitigasi risiko bencana.
Selain bencana hidrometeorologi, mitigasi bencana alam seperti gempa juga perlu dilakukan agar dilakukan penguatan bangunan dan kesiapsiagaan masyarakat.
“Ini tidak hanya pada pembangunan rumah yang baru tetapi juga penguatan tempat tinggal warga yang sudah ada dan berada di kawasan rawan gempa bumi. Penguatan struktur bangunan atau retrofitting menjadi salah satu pilihan, tentunya harus dengan biaya murah dan bisa dilakukan sendiri oleh masyarakat,” ujarnya.
Lilik menambahkan perlu adanya mitigasi kultural dimana masyarakat diajak mengetahui langkah-langkah apabila gempa bumi terjadi, misalnya cara evakuasi, titik kumpul hingga simulasi atau latihan kesiapsiagaan.
Selanjutnya, kejadian bencana pada 2021 ini tidak lepas dari faktor alih fungsi lahan. Menurut Lilik, permasalahn tata ruang, khususnya yang berbasis mitigasi risiko ini sesuatu yang mudah diucapkan tetapi pada tahapan implementasi masih menjadi tantangan, khususnya penekanan pada konteks penanggulangan bencana.
Oleh karenanya, ia meminta peran dari masyarakat dalam kontrol sosial di lapangan. Di samping itu, catatan mengenai pemulihan daya dukung lingkungan juga harus dilakukan secara optimal.
Kejadian hidrometeorologi basah pada tahun ini diperparah oleh menurunnya daya dukung lingkungan. Perubahan lansekap secara masif terlihat yang pada gilirannya menyebabkan degradasi lingkungan pada sisi hulu dan sepanjang aliran sungai.
“BNPB melihat perlu adanya upaya mempertahankan Kawasan lingkungan dan ekosistem yang sangat penting dalam mengurangi potensi banjir, khususnya pada DAS panjang yang perbedaan elevasi rendah,” sebut Lilik.
Lilik menegaskan restorasi ekosistem ini menjadi jawaban untuk solusi jangka panjang. Catatan terakhir mengenai bencana erupsi Semeru pada awal Desember lalu, BNPB melihat kembali peringatan dini kegunungapian yang perlu dikoordinasikan dan disempurnakan dengan lebih terintegrasi.
“Khususnya untuk perintah evakuasi di saat kontinjensi dan darurat. Penyesuaian level aktivitas gunung api yang tidak hanya berpatokan pada aktivitas erupsi tetapi juga aktivitas vulkanik lain, seperti awan panas guguran yang mengancam keselamatan masyarakat,” tegasnya.
Penulis : Hardianto
Editor : Oka Suryawan