JAKARTA, balipuspanews.com– Kasus pencurian data yang terus terjadi di Indonesia membuat masyarakat menjadi cemas dan khawatir. Karena itu, kejadian demi kejadian yang terjadi selama ini di tanah air telah mengindikasikan Indonesia sedang mengalami krisis perlindungan data pribadi.
“Jadi keberadaan UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) ini sudah ditunggu-tunggu masyarakat. Jangan sampai terpending lagi,” kata Anggota Komisi I DPR RI, Muhammad Iqbal dalam diskusi Forum Legislasi dengan tema ‘Nasib RUU Perlindungan Data Pribadi’ di Media Center Gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Selasa (31/8/2021).
Legislator dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini mengingatkan pembahasan RUU PDP tidak perlu berbelit-belit dan bertele-tele. Karena masyarakat sudah menunggu kehadiran RUU ini.
“Saya tak setuju pembahasan diperpanjang lagi. Saya yakin pada masa sidang ini RUU ini bisa disahkan menjadi UU agar masyarakat merasa aman dengan persoalan data, sehingga tak ada kekhawatiran lagi,” ujarnya.
Diakui Iqbal, penyimpanan dan pengamanan data di Indonesia cukup lemah. Oleh karena itu, pihaknya mendesak agar Kominfo melakukan penguatan penyimpanan data, terhadap perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia, baik perusahaan swasta, pemerintah ataupun lembaga-lembaga lainnya.
Pembicara lainnya, Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Muhammad Farhan menegaskan RUU PDP itu harus ada otoritas yang menjaga perlindungan data tersebut. Sehingga nanti akan melahirkan sebuah profesi baru yaitu data protection officer.
“Jadi ada seperti konsultan swasta ataupun konsultan hukum yang akan membantu para penguasa data untuk mengelola penyimpanan, penguasaan dan pengolahan data pribadi itu sesuai dengan UU,” kata Farhan yang juga dikenal artis dan presenter sejumlah talk show ini.
Bahkan, kata Farhan, bisa juga lembaga atau protection officer ini dalam posisi sejajar dengan direktur pada sebuah perusahaan atau lembaga. Misalnya, kalau pada industri perbankan bisa disamakan dengan direktur komplain dan mitigasi risiko.
Sementara itu, Staf Ahli Menkominfo, Henri Subiakto mengungkapkan kebocoran data itu sifarnya bemacam-macam. Misalnya, bisa terjadi karena serangan dari luar, sebut saja Tokopedia, Bhinneka dan lain-lainnya.
“Ternyata hackernya dari Pakistan,” ucapnya.
Menurut Guru Besar dari Universitas Airlangga ini, serangan siber bisa dari luar dan bisa jadi error. Kasus BRILife atau Tokopedia bisa saja karena human error dari pengelolanya.
“Tetapi ini semua harus ada investigasi dan tidak bisa kita langsung menyalahkan,” tegas Henri.
Penulis : Hardianto
Editor : OKa Suryawan