
JAKARTA, balipuspanews.com – Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat tidak menerima gugatan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) hasil Mahasabha Luar Biasa (MLB) terhadap kepengurusan PHDI hasil Mahasabha XII.
Sidang dengan Perkara Perdata Nomor 984/2021 yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Asmudi, SH, MH mengagendakan pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu (7/9/2022).
Dua hakim anggota mendampingi Asmudi yaitu Anggota Majelis Hakim Novita SH, MA dan Iwan Wardhana SH, MH serta panitera Ety Meirayati, SH, MH.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan gugatan belum saatnya diajukan atau prematur karena belum adanya mediasi yang dilakukan oleh penggugat.
“Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat sejalan dengan fakta-fakta persidangan, dimana Para Penggugat belum menempuh upaya mediasi sebelum mengajukan gugatan, sebagaimana diatur dalam UU Ormas Nomor 17 Tahun 2013 dan Para Penggugat juga dihukum untuk membayar biaya perkara,” ungkap Ketua Tim Hukum PHDI hasil Mahasabha XII, Yanto Jaya SH.
Yanto Jaya yang juga Ketua Bidang Hukum dan Hak PHDI Pusat menjelaskan dalam persidangan, Tim Kuasa Hukum PHDI hasil MLB sempat menyanggah melalui argumentasinya.
Mereka menyatakan telah melakuka upaya mediasi dengan menemui Kepala Staf Kepresidenan (KSP). Namun, sesuai dengan ketentuan UU Ormas, KSP tidak bisa dinilai sebagai wakil dari pemerintah.
“UU Ormas menyatakan mediasi harus dilakukan oleh Kementerian Hukum dan HAM terkait badan hukum. Parisada sudah berbadan hukum. Sehingga mediasi menjadi ranahnya Kemenkum dan HAM, bukan KSP,” terang yanto Jaya.
Dengan adanya putusan ini, Yanto Jaya mengklaim bahwa dengan tidak diterimanya gugatan PHDI hasil MLB menunjukkan bahwa perkara ini dimenangkan oleh tergugat yang didampingi oleh tim hukum yang dikenal dengan Tim Hukum Adikara Justisia.
“Perlu kami tegaskan kembali bahwa hanya ada satu PHDI yaitu PHDI Hasil Mahasabha XII di Jakarta,” tegas Yanto Jaya.
Anggota Tim Hukum PHDI hasil Mahasabha XII, Made Suparta menambahkan putusan majelis hakim PN Jakarta yang diketuai Asmudi SH, MA menyatakan bahwa putusan dari para penggugat Niet Ontvankelijke Verklaard atau dikenal dengan Putusan NO. Yaitu putusan yang menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena mengandung cacat formil.
“Tidak diterima. Berarti kita yang menang. Alasannya karena gugatan mereka itu belum mestinya diajukan, tetapi sudah diajukan gugatan,” ujar Suparta.
Oleh karena itu, gugatan tersebut dinilai prematur. Menurutnya, seusai ketentuan UU Ormas apabila ada sengketa harus diselesaikan menurut AD/ART, kemudian apabila tidak tercapai ksepakatan maka diselesaikan menurut UU Ormas dimana semua pihak bersama-sama mengajukan mediasi.
“Dalam hal ini mediatornya pemerintah yaitu Kemenkum dan HAM. Tapi Para penggugat tidak memenuhi ketentuan UU. Tidak melalui Kemenkumhan tetapi melalui KSP. Oleh karena itu gugatannya di NO atau tidak diterima,” tegas Suparta.
Sementara itu, Kuasa Hukum PHDI Pusat Hasil MLB, Ketut Serigig mengakui selama ini mediasi tidak dilakukan ke Kemenkumham karena dalam UU ada kata “dapat”, sehingga bisa dinilai bisa iya atau tidak melakukan mediasi ke Kemenkumham.
Serigig mengatakan putusan mejelis hakim belum menunjukkan siapa yang menang dalam perkraa gugatan ini. Oleh karena itu, pihaknya masih memiliki peluang untuk memenangkan gugatan.
Karena menurutnya putusan majelis hakim belum menyinggung pokok perkara.
“Ini belum mencapai gugatan pokok perkara. Ini istilahnya sapih. Sekali kami dimenangkan saat putusan sela. Sekali mereka, karena kami belum melalui proses mediasi di Kemenkumham,” terang Serigig.
Untuk itu, PHDI hasil MLB akan segera mengambil langkah untuk mengajukan mediasi ke Kemenkumham secepatnya.
“Jadi, kami akan segera mengajukan mediasi ke Kemenkumham. Jika tidak ditanggapi, kami ajukan sekali lagi. Bila tidak, kami banding,” tegas Serigig.
Penulis : Hardianto
Editor : Oka Suryawan