Selasa, Desember 5, 2023
BerandaNasionalJakartaDPR Persoalkan Swastanisasi Haji dan Umroh Pemerintah Arab Saudi

DPR Persoalkan Swastanisasi Haji dan Umroh Pemerintah Arab Saudi

JAKARTA, balipuspanews.com – Anggota Komisi VIII DPR RI, Bukhori Yusuf mengungkapkan salah satu penyebab melonjaknya ongkos perjalanan haji adalah kebijakan Pemerintah Arab Saudi yang mengkategorikan perjalanan bukan lagi urusan sosial tetapi sebagai komoditas bisnis.

Kentalnya swastanisasi penyelenggaraan umroh dan haji oleh Pemerintah Arab Saudi dapat dicermati dari penyelenggaraan haji-umroh di Arab Saudi yang tidak lagi dipegang oleh menteri urusan haji, tetapi menteri urusan pariwisata.

Penegasan disampaikan Bukhori Yusuf dalam diskusi Forum Legislasi dengan tema “Urgensi Revisi UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah” di Media Center Parlemen, Gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Selasa (14/2/2023).

Anggota DPR Ri dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) ini menjelaskan ada aspek ekonomi dari kebijakan Pemerintah Arab Saudi yang perspektifnya tidak lagi murni sebagai pelayanan ibadah tetapi sudah menjadi industri haji dan umrah.

“Ini agak menohok kenapa saya katakan industri haji. Karena memang mengandung dampak ekonomi yang sangat luar biasa besar,” ujarnya.

Ia mencontoh, untuk satu musim haji, kalau dahulu dana yang dikeluarkan sekitar Rp 18 triliun, maka dengan kebijakan baru ini total uang yang akan dibelanjakan jemaah haji Indonesia bisa mencapai Rp 40 triliun untuk satu musim haji.

“Karena swastanisasi penyelenggaraan Haji sangat begitu kental, maka di sini yang menjadi persoalan di Undang-Undang Nomor 8/2019 itu mengamanatkan bahwa penyelenggara ibadah haji itu adalah kementerian atau pemerintah CQ Kementerian Agama. Berarti ketika melakukan berbagai macam negosiasi, itu semuanya antara government to bisnis,” terangnya.

Bukhori berharap ada perbaikan regulasi dalam menyikapi kebijakan baru Pemerintah Arab Saudi ini. Karena UU yang berlaku sekarang hanya mengatur penyelenggaraan haji dan umroh antara pemerintah atau government to goverment (G to G). Tapi kini, hubungannya sudah menjadi bisnis to goverment.

BACA :  Milad ke-90, Pemuda Muhammadiyah Diminta Terus Bersinergi Membangun Bangsa

“Yang di Arab Saudi itu bisnis, di sini (Indonesia) goverment. Di situ tidak ada equalitas, makanya mengalami banyak kendala terutama hambatan dalam mengambil keputusan,” tegas Bukhori.

Soal kebijakan pemerintah Arab Saudi ini, Sekretaris Jenderal AMPHURI (Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia), Faried Aljawi mengakui pemerintah Indonesia dan mungkin semua negara yang memiliki jemaah haji dan umroh, tidak bisa menahan kebijakan pemerintah Arab Saudi dalam menerapkan kebijakan haji dan umrohnya.

Satu hal yang dirasakan dari kebijakan baru pemerintah Arab Saudi itu adalah mengenai digitalisasi penyelenggaraan haji dan umroh.

“Tahun lalu penyelenggraan haji bagi berbagai negara sudah di-online-kan. Di Australia juga seperti itu, di Inggris juga seperti itu. Nah, bagaimana dengan Indonesia?” tanya Faried.

Tahun ini sudah ada 58 negara yang dibebaskan untuk bisa mengakses, menyelenggarakan ibadah haji secara online. Untuk itu, ia menyarankan Pemerintah Indonesia harus mengatur tentang digitalisasi haji dan umroh seiring dengan kebijakan Arab Saudi.

“Indonesia sendiri sekarang masih berkutat dengan harga, berkutat dengan ketentuan. Jadi mari kita sama-sama membuat sinkronisasi kebijakan yang simpel buat masyarakat di era digitalisasi,” saran Faried.

Untuk memulainya, Faried meminta harus dilakukan dengan mengubah atau merevisi UU yang berlaku saat ini. Yaitu mengatur tentang kebutuhan regulasi skema goverment to bisnis dalam ekosistem haji dan umroh, dengan memastikan proteksi terhadap masyarakat.

“Proteksinya seperti apa? Kalau memang Haji dan umroh ini dibebaskan siapa saja bisa mengakses, dampaknya seperti apa? Jika dibebaskan tentu saat ini sudah banyak aplikasi atau agregator-agrerator yang mereka bisa menawarkan langsung kepada masyarakat.

Mereka booking, mereka tinggal berangkat di sana hotelnya ada, pesawatnya ada dan tidak ada yang bisa mencegah, lalu apa gunanya undang-undang?” sebut Faried.

BACA :  Pasien Isoman di Denpasar Mulai Dipindahkan ke Isoter

Ia mengungkapkan saat ini banyak orang yang bisa mengakses dengan membeli tiket sendiri, setelah tiket didapat, lalu pilih hotel sendiri. Bahkan, katanya akhir-akhir ini Saudi Airlines membebaskan untuk visa transit bagi yang datang dari negara Amerika, Eropa untuk bisa masuk Arab Saudi selama 5 hari.

“Jadi ini yang memang perlu diperdalam sehingga pemerintah tidak merasa kecolongan,” singgung Faried.

Penulis : Hardianto

Editor : Oka Suryawan

RELATED ARTICLES

ADS

- Advertisment -
- Advertisment -

Most Popular