TABANAN, Balipuspanews.com – Semeton Hindu di Bali termasuk pula semeton Hindu Tabanan dikenal gigih dalam melakukan Panca Yadnya. Bahkan untuk menyukseskan sebuah yadnya, tidak jarang menghabiskan biaya besar dan waktu yang relatif panjang. Demikian diungkapkan politikus Partai Nasdem Tabanan I Gede Putu Ardika Putra, Rabu (20/3).
Menurutnya, di era milinial semeton Hindu di Bali harus mengedepankan beryadnya yang murah biaya dan efisien tanpa mengurangi tujuan dan makna yang digelar. Efisiensi dalam biaya ini baginya harus digaris bawahi, terutama ketika dalam menggelar suatu yadnya diawali dengan menjual tanah warisan leluhurnya.
“Apabila setiap beryadnya diawali dengan menjual tanah warisan, lama kelamaan tanah warisan leluhur akan habis,” ungkapnya.
Sepanjang kebodohan saya imbuhnya, beryadnya itu harus didasari rasa tulus dan bukan bermewah-mewah. Beryadnya juga semestinya mengukur kemampuan diri, bukan untuk gengsi-gengsian atau juga demi sebuah kebanggaan semu.
“Okelah bisa membuat yadnya dengan biaya ratusan juta tetapi dengan menjual tanah warisan, lalu generasi kita nanti hidup dari apa? Lalu kebanggaan apa yang didapat dengan beryadnya tetapi menghilangkan sebagian sejarah leluhur dengan menjual tanah warisannya?” sebutnya.
Ardika Putra kemudian mengatakan, di era milinial ini semeton Hindu khususnya di Tabanan maupun Bali harus berani melakukan sebuah revolusi dalam beryadnya. Revolusi yang dimaksudkannya tiada lain banjar atau desa pakraman mengambil peran langsung yadnya-yadnya yang bersifat kolektif. Terutama dalam menggelar pitra dan manusa yadnya.
“Bila perlu PHDI dan majelis Desa Pakraman membuat awig-awig yang mengatur agar banjar dan desa pakraman melakukan pitra dan manusa yadnya secara kolektif,” jelasnya.
Baginya, yadnya yang digelar secara kolektif sangat efisien. Baik dari sisi biaya, waktu maupun tenaga. Selain juga akan mampu menjadi wahana untuk semakin memperkuat spirit menyama braya yang kini mulai terkikis.
Kembali pada kritiknya beryadnya dengan menjual tanah warisan leluhur, Ardika Putra menegaskan bahwa beryadnya harus menyesuaikan dengan kemampuan. Disinilah baginya semeton Tabanan maupun Bali harus gigih bekerja untuk menghidupi diri dan keluarga. Termasuk pula sebagian dari penghasilan tersebut disisihkan untuk beryadnya.
“Tentu akan terasa lebih bangga dan bermakna, ketika kita beryadnya dari hasil keringat sendiri,” tutupnya. (rah/bpn/tim)