Selasa, Maret 19, 2024
BerandaBalipuspanews TVFenomena Berbeda Ritual "Potong Rambut" di Hari Tumpek Wayang

Fenomena Berbeda Ritual “Potong Rambut” di Hari Tumpek Wayang

KLUNGKUNG, balipuspanews. com – Tradisi Potong Rambut atau telung oton di hari Raya Tumpek Wayang memang beda dengan hari biasanya.

Bagi anak yang lahir di hari raya ini mendapatkan perayaan khusus dengan disertai wayang.

Seperti ritual di Griya Aan, Klungkung, secara khusus Ida Pedanda Gde Aan melangsungkan upacara dengan menghadirkan simbol wayang, Sabtu (16/11/2019)

Hari ini umat Hindu merayakan hari Tumpek Wayang. Tumpek jatuh setiap Saniscara atau Sabtu Keliwon, pertemuan Sapta Wara dan Pancawara dalam hitungan kalender Bali.  Tumpek datang setiap 35 hari sekali. Selain Tumpek Wayang, umat Hindu mengenal lima tumpek lagi seperti Tumpek Landep, Tumpek Wariga, Tumpek Kuningan, Tumpek Krulut dan Tumpek Uye. Semua Tumpek memiliki nilai tersendiri sebagai wujud penghormatan umat kepada manisfestasi Sang Pencipta sebagai Penguasa Tunggal Jagat Raya.

Dalam satu tahun kalender Bali,Tumpek yang sama datang setiap 210 hari atau enam bulan. Jadi, dalam setahun  Tumpek yang sama datang dua kali.

Lantas bagaimana makna Tumpek Wayang? Tumpek Wayang identik sebagai Tumpek yang bersentuhan langsung dengan kelahiran seseorang. Umumnya, mereka yang lahir Wuku  Wayang secara ritual atau weton harus menjalani ruatan khusus dengan sarana yang spesifik.

Seseorang yang lahir saat Tumpek Wayang diyakini memiliki karakater yang keras. Harus ada prosesi  untuk menstabilkan energi abstrak yang mengalir dalam diri mereka yang lahir dalam Tumpek Wayang. Ritual yang diwajibkan bagi kelahiran Wuku Wayang bernama Sapuh Leger. Kata Sapuh artinya membersihkan. Dan Leger sinonim dari kata leget yang dalam bahasa Jawa artinya kotor atau tercemar. Secara etimologi Sapuh Leger diartikan sebagai pembersihan atau penyucian dari keadaan tercemar atau kotor. Ritual ini diawali dengan pementasan wayang kulit dan mohon Tirta Wayang untuk menyucikan diri seseorang yang tercemar atau kotor secara rohani  jasmani.

Prosesi ini juga mengambil cerita mitologi kelahiran Bhatara Kala yang termuat dalam Kala Tatwa. Bhatara Kala oleh ayahnya Dewa Siwa diberikan anugrah bisa memakan segala yang lahir pada Wuku Wayang. Selain itu, mereka yang berjalan tengah hari juga bisa menjadi makanan Bharata Kala. Mendapat anugrah tersebut, Bhatara Kala mengetahui bahwa adiknya yang bernama Dewa Kumara lahir pada Wuku Wayang. Selanjutnya Bhatara Kala hendak memakan Dewa Kumara.

Saat dikejar Bhatara Kala, Dewa Kumara nyaris tertangkap. Untung ada Dewa Siwa yang datang menghalangi. Kebetulan saat itu, waktu menunjukan tengah hari. Bhatara Kala hendak memakan Dewa Siwa karena berjalan siang hari seperti anugrah yang didapatkannya.

Dewa Siwa rela dimakan oleh Bhatara Kala. Namun, penguasa Kailas itu mengajukan beberapa pertanyaan yang wajib dijawab Bhatara Kala. Dari sekian banyak pertanyaan, satu pertanyaan tidak bisa dijawab sehingga Bhatara Kala tidak bisa memakan Dewa Siwa.

Gagal memakan Dewa Siwa, Bhatara Kala melanjutkan mengejar Dewa Kumara yang lari ke setiap rumah warga. Pada saat malam hari, Dewa Kumara bertemu dengan seorang dalang yang sedang mengadakan pertunjukan wayang. Dewa Kumara langsung masuk ke pembuluh bambu gender wayang. Bhatara Kala yang datang langsung memakan sesajen wayang.

Selanjutnya, Dalang meminta Bhatara Kala tidak melanjutkan mencari Dewa Kumara karena sudah memakan sesajen wayang milknya sebagai tebusan. Akhirnya Bhatara Kala bisa menerima sehingga Dewa Kumara bisa selamat.

Mitologi itulah yang mengilhami kelahiran seserorang yang lahir pada Wuku Wayang. Sifat karakter Bhatara Kala identik dengan “ nafsu” yang sulit dikendalikan. Sementara Dewa Kumara adalah sifat kedewataan. Mereka yang lahir Wuku Wayang memiliki dua karakter tersebut sehingga yang negative harus dinetralisir dengan prosesi Panglukatan Sapuh Leger.

Tiga sifat khas seseorang yang tertulis dalam ajaran Hindu terdiri dari Satwam, Rajas dan Tamas. Dari ketiga sifat tersebut salah satunya akan menonjol dalam diri seseorang. Jika yang menonjol sisi negatifnya inilah perlu dikurangi dengan ritual.

Terlepas seseorang lahir Wuku Wayang atau tidak, setiap kelahiran selalu memiliki kelebihan dan kekurangan masing- masing. Jika seseorang bisa memahami sisi baik dan buruk hari kelahirannya lebih awal, ini akan membantu seseorang mengenali potensi positif dan sisi lemah dalam dirinya sehingga bisa memperhitungan setiap langkah dalam menjalani hidupnya. Namaste ( Oka Suryawan)

 

RELATED ARTICLES

ADS

- Advertisment -
- Advertisment -

Most Popular