JEMBRANA, balipuspanews.com– Nuansa masa lalu kembali hadir dengan meriah dalam gelaran malam puncak Festival Loloan Jaman Lame yang berlangsung di Kelurahan Loloan Timur, Kecamatan/Kabupaten Jembrana. Acara tahunan ini sukses mengajak ribuan pengunjung untuk bernostalgia dan merasakan kembali suasana serta kekayaan tradisi Loloan tempo dulu yang unik dan khas.
Mengusung tema “Merajut Tenun Kebangsaan”, seluruh area festival disulap menjadi lorong waktu, dihiasi dengan lampu petromaks dan dekorasi sederhana khas zaman dahulu, menciptakan suasana yang hangat dan penuh kenangan.
Salah satu daya tarik utama adalah pameran budaya yang menampilkan berbagai aspek kehidupan masyarakat Loloan di masa lampau.
Bupati Jembrana, I Made Kembang Hartawan yang hadir didampingi Wakil Bupati I Gede Ngurah Patriana Krisna dan jajaran Forkopimda mengatakan Festival Loloan Jaman Lame menggambarkan kehidupan masyarakat Loloan secara turun temurun yang telah hidup berabad-abad di Jembrana.
“Ini tidak hanya sekadar festival, ini adalah perjalanan sejarah, jati diri masyarakat Loloan. Yang saya tahu sudah hidup dan tumbuh ratusan tahun di Jembrana,” ucapnya.
Di tengah dominasi budaya Hindu Bali, Loloan hadir dengan keunikan yang sangat kontras, menjadikannya ‘mutiara’ dengan corak Melayu yang kental, hasil percampuran sejarah panjang antara etnis Bugis, Melayu, dan akulturasi lokal.
“Loloan ini memang unik mulai dari bentuk rumah, kulinernya, bahasanya dan musiknya kental sekali perpaduan budaya muslim dengan budaya masyarakat Bali,” imbuh Bupati Kembang.
Pihaknya menyampaikan apresiasinya kepada panitia yang secara konsisten bisa menyelenggarakan festival Loloan Jaman Lame hingga yang keenam di tahun ini.
“Ini satu bukti, bahwa kita semua tidak ingin meninggalkan budaya dari leluhur kita. Jangan sampai ditengah globalisasi budaya kita menjadi pudar. Karena budaya inilah kekayaan sejatinya yang kita miliki dari turun temurun,” ujarnya.
Dilain sisi, Ketua Panitia, Rivan Hidayat menyampaikan Festival Loloan Jaman Lame yang keenam ini mengambil tema “Merajut Tenun Kebangsaan” yang memiliki makna untuk menjaga keharmonisan dalam kehidupan.
“Tahun ini kami mengusung tema besar “Merajut Tenun Kebangsaan”. Tema besar ini kami usung sebagai pengingat bahwa Loloan tidak hanya sekadar kaya akan sasana budaya, lebih jauh budaya dan tradisi itu menuntut kita untuk hidup harmonis dalam keberagaman,” ucapnya.
Rivan mengatakan salah satu bentuk keharmonisan yang ada di Loloan adalah dalam bentuk tradisi Ambur Salim yaitu suatu tradisi menghamburkan beras kuning dan uang logam.
“Ambur Salim berasal dari dua suku kata, yaitu Ambur yang dari bahasa sansekerta yang artinya menebarkan dan Salim dari bahasa arab yang artinya keselamatan. Sehingga Ambur Salim berarti menebar atau berbagi keselamatan. Saya percaya bahwa ajaran prinsip ini dianut oleh setiap agama,” ujarnya.
Dukungan penuh dari Pemerintah Kabupaten Jembrana, kata Rivan menjadi salah satu faktor penting dalam suksesnya penyelenggaraan Festival Budaya Loloan yang puncak acara ditutup dengan Loloan Jaman Lame.
“Saya ucapkan terima kasih kepada pemerintah kabupaten Jembrana yang mendukung penuh acara ini melalui anggaran biaya sebesar Rp 150 juta,” tutupnya.
Penulis: Anom
Editor: Oka Suryawan