BULELENG, balipuspanews.com– Jika melintas di wilayah Kabupaten Buleleng bagian timur khususnya di Kecamatan Tejakula maka akan nampak deretan pohon Ental atau masyarakat Indonesia lebih mengenalnya dengan sebutan Pohon Lontar yang ternyata memiliki banyak manfaat baik bagi kesehatan, kerajinan produk kreatif maupun diolah menjadi produk campuran rasa bagi makanan.
Seperti di Desa Sambirenteng misalnya warga memanfaatkan air Ental (tuak) untuk diolah menjadi gula merah yang bisa dipakai sebagai campuran makanan atau minuman bahkan produk lainnya. Lantas bagaimana pengolahannya hingga bisa menjadi produk gula merah Ental?
I Ketut Suwastika menceritakan sebelum menjadi produk gula merah Ental petani biasanya mengambil nira (tuak) dengan campuran pengawet alami (lau) yang dibuat dari batang pepohonan ataupun sabut kelapa kering yang sudah terlebih dahulu dipotong kecil-kecil kemudian dicampur cuka yang memiliki kualitas bagus.
Sebab menurutnya pemilihan pengawet alami harus dilakukan secara hati-hati mengingat itu menyangkut kualitas gula merah yang akan dihasilkan. Kemudian jika sudah dipilih dengan baik baru dilanjutkan dengan pengambilan tuak yang dilakukan petani dengan memanjat pohon Ental yang memang produktif menghasilkan tuak, rata-rata ketinggian Ental yang harus dipanjat petani itu sekitar 10 meter. Pengambilan tuak pun dilakukan 2 kali sehari (pagi dan sore).
Setelah tuak sudah didapatkan maka untuk proses berikutnya adalah memasak tuak yang baru saja diambil dari pohon Ental menggunakan kuali besar (jambangan) yang berada diatas tungku tanah liat sebagai penyangga lalu proses pemasakan masih menggunakan kayu bakar.
“Api ini harus terjaga dengan baik sehingga nanti tuak ini akan menjadi gula merah biasanya setelah dimasak kurang lebih 40 menit untuk sekali proses,” jelasnya.
Setelah tuak yang dimasak itu sudah mulai mengental maka baru dipersiapkan untuk cetakan gulanya yang terbuat dari batok kelapa lalu dituangkan dan ditunggu sebentar hingga gula mengeras. Selain menggunakan cetakan dari batok kelapa gula merah Ental juga ada dimasukkan kedalam toples.
Berikutnya Suwastika menyebutkan bahwa pemanfaatan pohon Ental sebagai pohon yang banyak dikembangkan khususnya di Desa Sambirenteng, sudah memberikan dampak positif bagi warga dengan mengolah pohon Ental menjadi produk unggulan di desa yang sudah dikembangkan dengan pemasaran serta pengemasan menarik yang dijalankan oleh Gapoktan Amerta Boga.
Untuk hasil produksi lerhati, satu petani hanya mampu menghasilkan maksimal 2 kilogram gula merah Ental yang didapat dari olahan 2 pohon Ental. Perlu diketahui pula petani biasanya memilih pohon Ental jantan lalu diikuti lagi bersama proses perangsangan supaya bisa nantinya menghasilkan tuak dengan baik (biasanya dilakukan dengan mengetuk tangkai tandan bunga dari pangkal pohon ke arah tandan bunga).
“Proses itu biasanya dilakukan selama kurang lebih 24-30 hari untuk hasil terbaik dan punya kualitas,” sebutnya.
Sementara itu untuk penjualan sendiri gula merah Ental yang kualitasnya 100 persen dijual dengan harga Rp 18 Ribu s.d Rp 32 Ribu per kg. Namun menyadari adanya perkembangan teknologi yang pesat dan pengemasan produk harus kreatif dan inovatif serta menarik minat konsumen untuk membeli.
Kemudian saat ini gula merah Ental yang dihasilkan dengan berdaya jual tinggi itu telah dikemas secara ekslusif untuk bisa laku di pasar modern dengan menggunakan platform marketplace seperti Tokopedia dan shopee, sebagai media pemasaran menggunakan ikon bernama “Gula Merah Ental Sambirenteng”.
“Kita disini mempunyai cara tersendiri dalam pemasaran produk unggulan desa selain pada pemanfaatan teknologi yaitu dengan menampilkan produk di pameran-pameran tertentu. Sehingga dengan hal tersebut, produk gula merah Desa Sambirenteng semakin terkenal di masyarakat luas dan juga guna menambah perekonomian UMKM Desa Sambirenteng,” pungkas Suwastika.
Penulis: Nyoman Darma
Editor: Oka Suryawan