Jalan Keluar Masalah Undang-Undang Cipta Kerja

Dosen Fakultas Hukum Universitas Nasional, Mustakim. (foto: ist)

JAKARTA, balipuspanews.com – Fakta penolakan terhadap UU Cipta Kerja banyak terjadi terutama pekerja/buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mendaftarkan gugatan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Ada dua sikap masyarakat menyikapi UU Cipta Kerja yaitu aksi demontrasi dan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi. Dua langkah ini sama – sama sah dan konstitusional untuk dilakukan.

“Biarkan saja semua terjadi untuk membuktikan bahwa Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum sepanjang dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku,” kata Dosen Fakultas Hukum Universitas Nasional, Mustakim dalam keterangannya, Selasa (10/11).

Mustakim mengungkapkan secara teori ketika ada UU yang sudah berlaku dan mengikat umum akan tetapi ada permasalahan baik dari aspek pembentukan maupun materi atau subtansinya, maka langkah yang dapat digunakan adalah : Judicial Review atau hak uji materi, merupakan proses pengujian peraturan perundang-undangan yang lebih rendah terhadap peraturan perundang-undangan lebih tinggi yang dilakukan oleh lembaga peradilan.

Baca Juga :  Generasi Muda Dituntut Menjadi Bagian Penting Bonus Demografi Indonesia 2030-2045

Dasar hukum tindakan hukum Judicial Review oleh Mahkamah Konstitusi adalah Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menegaskan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar.

Selanjutnya Pasal 9 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2019 Tentang Perubahan UU No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menegaskan bahwa dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.

Secara teori dimungkinkan terhadap terbitnya UU diajukan pengujian baik dari aspek pembentukannya (Uji Formil) maupun dari aspek muatan/isi dari UU tersebut (Uji Materiil). Masing-masing mempunyai dampak yang berbeda.

Baca Juga :  Hari Suci Waisak, Presiden Sampaikan Terima Kasih atas Penerimaan Ramah Masyarakat kepada Para Bhikkhu Thudong

“Jika pengujian formil dilakukan dan terbukti, maka UU dapat dibatalkan secara keseluruhan. Jika pengujian materiil, hanya norma-norma tertentu saja yang kemudian dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak punya kekuatan hukum mengikat,” ujarnya.

Menurutnya, pilihan pengujian menjadi penting dalam memberikan perlindungan hak-hak konstitusional warga negara Indonesia dengan mempertimbangkan tujuan dan harapan usulan dan pembahasan UU Cipta Kerja dalam memberikan kemudahan-kemudahan investasi.

“Dari berbagai berita, pendapat dan artikel yang telah ada terkait UU Cipta Kerja, tidak semua menganggap UU Cipta Kerja ini bermasalah, sehingga langkah yang paling tepat adalah melakukan pengujian materil terhadap norma-norma hukum yang berpotensi atau merugikan langsung kepada pihak-pihak yang merasa dirugikan hak konstitusional yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Karena jika pengujian formil yang dilakukan, potensi pembatalan UU Cipta Kerja sangat dimungkinkan, padahal belum tentu semua aspek pengaturan yang ada bermasalah dan merugikan,” tutur Mustakim.

Baca Juga :  Soal Cawapres, Ganjar Pranowo: Banyak Nama Hebat di Republik Ini, Pasti Ada Kecocokan

Penulis/editor: Ivan Iskandaria.