
JAKARTA, balipuspanews.com – Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Ratna Susianawati menuturkan perempuan harus berani mengambil keputusan penting untuk dirinya sendiri dan tidak menyerahkan keputusan itu kepada orang lain, karena merekalah yang mengetahui apa yang tepat untuk dirinya sendiri.
“Bicara soal perempuan tidak terlepas dari persoalan kekerasan yang kini sudah saatnya menjadi prioritas. Berbagai upaya untuk menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak harus dilakukan melalui sinergi antara para pemangku kepentingan serta seluruh pihak. Di tengah pandemi ini, kekerasan terhadap perempuan dan anak terutama kekerasan dalam rumah tangga juga semakin meningkat. Selain itu, kekerasan berbasis gender di dunia maya harus diperhatikan karena dunia digital menjadi bagian dari kehidupan selama pandemi. Oleh karena itu, kami sangat mendukung dan mengapresiasi peluncuran Laporan
Situasi Kependudukan Dunia (SWOP) tahun 2021 dengan tema “Otonomi Tubuh: Tubuhku adalah Milikku” yang diselenggarakan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bekerjasama dengan United Nations Population Fund (UNFPA),” tutur Ratna, Jumat (2/7).
Ratna menambahkan salah satu indikator penting yang harus diperhatikan pemerintah dalam mewujudkan keberhasilan pembangunan nasional ini adalah perubahan pola pikir dan peningkatan kualitas hidup masyarakat termasuk di dalamnya adalah tentang kesetaraan gender.
“Meningkatkan akses, partisipasi dan kontrol, dan manfaat di berbagai bidang pembanguan, baik bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, hukum dan HAM, serta bidang politik akan mampu mengurangi diskriminasi, menurunkan angka kekerasan, dan mewujudkan
penegakkan HAM. Isu kesetaraan gender juga masih jadi perhatian karena pada kenyataannya masih banyak korban perempuan yang berada di posisi yang
disalahkan (victim blaming),” imbuh Ratna.
Ratna mengatakan meskipun emansipasi kesetaraan gender telah digaungkan sejak lama, pada kenyataannya masih banyak perempuan yang mengalami kekerasan, eksploitasi dan pelecehan seksual. Sebagian di antaranya disadari korban, tapi ada kalanya pelecehan seksual ini tidak disadari oleh korban. Anak-anak juga menjadi korban kekerasan dan seringkali dilakukan orang-orang terdekat yang dikenal.
“Pemerintah terus berupaya untuk mendorong segera disahkannya Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS) yang menjadi inisiatif DPR dan telah menjadi Prolegnas tahun 2021, RUU ini mencakup pencegahan, pemenuhan hak korban, dan pemulihan korban, hingga mengatur tentang penanganan selama proses hukum. Besar harapan dengan disahkannya RUU PKS ini dapat memberikan jaminan perlindungan bagi perempuan dari kekerasan seksual,” ujar Ratna.
Sementara itu, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo menuturkan peluncuran Laporan Situasi Kependudukan Dunia (SWOP)
tahun 2021 dengan tema “Tubuhku adalah Milikku: Mengklaim hak otonomi dan
menentukan nasib sendiri” ini terslenggara berkat kerjasama dengan United Nations
Population Fund (UNFPA).
“Tujuan dari peluncuran SWOP 2021 ini ialah meningkatkan kesadaran publik, terutama perempuan dan anak perempuan di Indonesia, tentang otonomi tubuh dari perspektif hak dan kesehatan reproduksi. Selain itu juga meningkatkan kesadaran dan komitmen dari berbagai pemangku kepentingan dalam melindungi hak-hak perempuan dan anak perempuan atas otonomi tubuh dan menentukan nasib sendiri,” jelas Hasto.
Penulis/editor : Ivan Iskandaria.