JAKARTA, balipuspanews.com – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo memastikan MPR RI, DPR RI, dan DPD RI sudah siap menyelenggarakan Sidang Tahunan (ST) MPR RI yang pelaksanaannya digabungkan dengan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI pada 16 Agustus 2022, di Ruang Sidang Paripurna Gedung Nusantara, Komplek MPR/DPR/DPD RI.
Presiden Joko Widodo juga sudah memastikan diri hadir untuk menyampaikan Pidato Presiden Republik Indonesia dalam rangka penyampaian laporan kinerja lembaga-lembaga negara, sekaligus pidato dalam rangka HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia.
“Presiden Joko Widodo sepakat dengan MPR, DPR, dan DPD agar pelaksanaan Sidang Tahunan MPR sekaligus Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI dibuat secara sederhana, efektif, dan efisien. Sehingga tidak memakan waktu terlalu lama. Terpenting pesannya tersampaikan kepada masyarakat,” ujar Bamsoet usai meninjau gladi bersih Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR dan DPD RI, di komplek MPR/DPR/DPD RI, di Jakarta, Senin (15/8/2022).
Turut hadir antara lain Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah dan Arsul Sani, serta Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco, Rachmad Gobel dan Lodewijk F. Paulus.
Bamsoet menjelaskan mengingat pandemi Covid-19 yang sudah mereda, maka Sidang Tahunan MPR RI 2022 sekaligus Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI akan dihadiri secara fisik oleh seluruh anggota MPR RI, dengan tetap menjalankan protokol kesehatan yang ketat.
Semua yang hadir, baik petugas sidang dan undangan, diwajibkan melakukan tes usap/swab PCR test dengan hasil negatif maksimal 2 X 24 jam.
“Para tamu undangan yang hadir antara lain, pimpinan lembaga negara, mantan presiden dan wakil presiden, menteri kabinet Indonesia maju, Panglima TNI, Kapolri, duta besar negara sahabat, para mantan Pimpinan MPR/DPR/DPD RI, serta tamu undangan lainnya,” jelas Bamsoet.
Sidang Tahunan MPR RI yang dirintis sejak era kepemimpinan Ketua MPR RI Zulkifli Hasan (2014-2019), telah menjadi Konvensi Ketatanegaraan yang terus terpelihara dengan baik serta memberi warna tersendiri dalam kehidupan demokrasi dan ketatanegaraan Indonesia.
Sekaligus menjadi forum untuk menegakkan kedaulatan rakyat, mengembangkan demokrasi, sekaligus wahana untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga negara sebagai pelaksana kedaulatan rakyat.
“Sebagai negara hukum yang demokratis, penyelenggaraan pemerintahan harus mengedepankan prinsip clean and good governance. Cirinya melalui keterbukaan informasi pemerintah kepada publik dan segala tindakan atau keputusan harus mampu dipertanggungjawabkan kepada masyarakat secara akuntabel,” tegas Bamsoet.
Terobosan Hukum
Terkait dengan penyelenggaraan Sidang Tahunan MPR RI, Bamsoet mengungkapkan melalui Konvensi Ketatanegaraan MPR RI sukses melakukan terobosan hukum dengan menghadirkan Sidang Tahunan MPR RI.
Sukses tersebut akan menjadi preseden bagi MPR untuk kembali melakukan terobosan hukum menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dengan bentuk hukum berupa Ketetapan MPR RI melalui konvensi ketatanegaraan.
Dalam konsepsi negara demokrasi, penerapan konvensi ketatanegaraan merupakan hal yang lazim sebagai rujukan hukum yang tumbuh dalam praktik penyelenggaraan negara, untuk melengkapi, menyempurnakan, menghidupkan kaidah-kaidah hukum perundang-undangan, atau hukum adat ketatanegaraan, serta mengisi kekosongan hukum formil yang baku.
“Hakikat konvensi ketatanegaraan tergambar pada Bagian Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebelum dilakukan perubahan atau amendemen. Dinarasikan bahwa, Undang-Undang Dasar suatu negara, ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar negara itu.
Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedang di sampingnya Undang-Undang Dasar itu, berlaku juga hukum yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis,” ujar Bamsoet.
Dalam Rapat Gabungan Pimpinan MPR dengan Pimpinan Fraksi dan Kelompok DPD, secara aklamasi menerima hasil kajian substansi dan bentuk hukum PPHN yang dihasilkan oleh Badan Pengkajian MPR RI.
Idealnya PPHN diatur dalam Ketetapan MPR dengan melakukan perubahan terbatas terhadap konstitusi. Namun melihat dinamika politik yang berkembang, perubahan terbatas tersebut sulit untuk direalisasikan, sehingga disepakati untuk menghadirkan PPHN tanpa perubahan terbatas konstitusi, tetapi mengupayakan melalui konvensi ketatanegaraan.
“Untuk menindaklanjuti kajian substansi dan bentuk hukum PPHN tersebut, pada awal September 2022 MPR akan menyelenggarakan Sidang Paripurna, dengan agenda tunggal pembentukan Panitia Ad Hoc MPR yang nantinya akan bertugas mempersiapkan bahan sidang dan menyusun rancangan Keputusan MPR.
Jika disepakati, putusan mengenai PPHN akan dituangkan dalam bentuk Ketetapan MPR melalui konvensi ketatanegaraan, sehingga mempunyai kekuatan hukum mengikat ke dalam dan ke luar,” jelas Bamsoet.
Dengan demikian MPR RI periode saat ini memiliki harapan untuk menuntaskan Rekomendasi MPR tentang PPHN, yang telah melewati dua periode keanggotaan MPR (2009-2014 dan 2014-2019).
Lebih penting lagi, dengan adanya PPHN, maka Indonesia akan memiliki peta jalan pembangunan yang memberi arah pencapaian tujuan negara, dengan mempertemukan nilai-nilai Pancasila dengan aturan dasar yang diatur dalam Konstitusi.
“PPHN yang menjadi acuan pembangunan jangka panjang, disamping harus memiliki kekuatan mengikat, juga harus memiliki kedudukan legalitas yang tepat. Di satu sisi, tidak dalam bentuk undang-undang yang mudah digugat melalui judicial review ke MK, atau ditorpedo dengan PERPPU.
Di sisi lain, tidak juga dalam bentuk pasal-pasal Konstitusi yang akan sulit dilakukan perubahan, mengingat PPHN harus mampu menangkap dinamika zaman. Artinya, bentuk hukum yang paling ideal adalah diatur dalam Ketetapan MPR,” tegasnya.
Penulis : Hardianto
Editor : Oka Suryawan