Jumat, April 19, 2024
BerandaDenpasarMarga Ayu Pengalu, 'Rumah Kedua' Pedagang Acung Denpasar

Marga Ayu Pengalu, ‘Rumah Kedua’ Pedagang Acung Denpasar

Denpasar, balipuspanews.com – Suatu siang akhir Januari di pelataran parkir sebuah hotel di bilangan Denpasar, Bali, beberapa pedagang asongan atau acung, terlihat berhamburan panik ketika petugas ketenteraman dan ketertiban (Trantib) datang.

Bergegas-gegas dengan wajah dipenuhi keringat yang bercucuran, para pedagang acung itu segera memanggul dagangannya dan berlarian menyelamatkan diri, menjauhi petugas Trantib yang mulai turun dari mobil.

Begitulah, realitas kehidupan pedagang acung yang di satu sisi harus berjuang demi menyelamatkan perekonomian keluarga. Namun di sisi lain, harus menghadapi resiko menghindari petugas agar tidak ditangkap dan barang dagangan disita.

Kehidupan pedagang yang sarat resiko dikejar-kejar petugas Trantib dan dibayangi ketidakpastian masa depan, menjadi latar belakang utama berdirinya Koperasi Marga Ayu Pengalu (MAP) di wilayah Denpasar, Bali.

“Koperasi ini didirikan agar pedagang acung tidak terus-menerus dihantui ketakutan dan mengalami kegamangan atas hari depan. Supaya anggotanya menjadi terlindungi dari berbagai resiko dalam menjalankan usaha,” ujar I Ketut Sumbawa, salah seorang pendiri Koperasi MAP.

Sumbawa menuturkan, dirinya pernah merasakan terpaan kerasnya hidup saat menjadi pedagang acung, sehingga merasakan pahit getirnya menjalani itu. Hal ini meneguhkan tekad untuk mendirikan koperasi, yang sengaja didedikasikan untuk mengangkat derajat kaum minoritas dari kalangan penjaja barang souvenir untuk wisatawan.

Bertahun-tahun silam, lanjut Sumbawa, dirinya tanpa kenal siang-malam, di tengah hari terik hingga menjelang petang, tiada henti mengejar-ngejar wisatawan agar mau membeli barang yang dibawanya sebagai penyambung nafas kehidupan.

“Saya menjalani profesi sebagai pedagang acung, karena tidak ada pekerjaan lain yang dapat saya lakukan setelah merantau ke Badung,” kata lelaki ini, sembari berharap Koperasi MAP menjadi ‘rumah kedua’ bagi pedagang acung wilayah Denpasar dan sekitarnya.

Pekerjaan menjadi pedagang acung kian dilakoni secara sungguh-sungguh, setelah Sumbawa menjalani biduk rumah tangga. Tanpa kenal lelah, lelaki ini berjualan dari hotel ke hotel lain di wilayah Kota Denpasar.

Namun, kehidupan tak menyenangkan kemudian menerpanya. Sumbawa mengalami kejadian buruk. Ia ditangkap petugas Trantib, karena dinyatakan melanggar Perda sehubungan telah melakukan aktivitas berjualan tanpa izin resmi.

Kejadian itu membuat Sumbawa mengalami rasa traumatis yang mendalam. Setelah kasus penangkapan itu dapat diselesaikan dengan baik-baik, Sumbawa lantas terpikir bagaimana caranya agar pedagang tidak terus-menerus dihantui ketakutan dan mengalami kegamangan atas hari depan.

BACA :  Polisi Ungkap Pelaku Tambahan Pencurian di Sejumlah LPD di Karangasem

Marga Ayu Pengalu

Kegelisahan melihat terombang-ambingnya nasib pedagang acung, membuat Sumbawa dan sejumlah temannya tergerak mendirikan mendirikan Persatuan Pedagang Souvenir Kota Denpasar, dengan agenda utama mendirikan pra-koperasi pada tahun 1996.

Sayangnya, persatuan itu hanya bertahan selama dua tahun. Terbentur modal yang minim, satu persatu anggota mengundurkan diri hingga kemudian bubar dengan sendirinya.

Meski kegiatan pra-koperasi bubar, Sumbawa tak kehilangan semangat. Dengan keyakinan kuat, ia kembali menghimpun teman-temannya, sehingga pada tahun 2006, Koperasi MAP pun resmi didirikan.

MAP didirikan dengan modal awal Rp 11.830.000 dana simpanan pokok dan Rp 2.837.500 dana simpanan wajib, yang dihimpun dari 26 anggota sebagai pendiri awal. Didukung kinerja maksimal para pengurus, laju operasional koperasi ini pun menuai hasil menggembirakan. Baru beberapa tahun berdiri, MAP menerima penghargaan sebagai koperasi yang berkualitas di tingkat nasional.

“Saya bersyukur dengan semua pencapaian ini. Ketika baru berdiri, unit yang ada baru simpan pinjam. Setelah saya mengetuai koperasi sejak tahun 2011, saya mencoba mengembangkan unit dengan membuka program bayar rekening listrik, mengurus Samsat dan melayani kredit motor berbunga 1% yang bekerja sama dengan Astra,” ujarnya.

Sementara itu, kalau ada anggota yang membutuhkan modal, maka bisa mendapatkan pinjaman menggunakan agunan kartu anggota dan memperoleh dana Rp 2,5 juta dengan bunga 2%. Nasabah juga bisa mendapatkan pinjaman dengan agunan BPKB atau sertifikat tanah, maka akan mendapatkan pinjaman sebesar 50% dari nilai barang yang diagunkan. Bunga yang ditetapkan untuk nasabah ialah 2,5%.

60% Pedagang Acung

Anggota Koperasi MAP hingga kini berjumlah lebih dari 430 orang yang berdomisili di Kota Denpasar. 60% dari anggota adalah warga yang bekerja sebagai pedagang acung. 40% lainnya merupakan masyarakat umum dengan berbagai latar belakang profesi.

“Kalau pada awal dibuka, lebih dari 90% anggota kami adalah pedagang acung. Sekarang prosentasenya hampir berimbang. Banyak masyarakat tertarik menjadi anggota kami, karena kinerja kami semakin baik dari hari ke hari,” katanya.

BACA :  Guna Melestarikan Permainan Rakyat Sebagai Warisan Budaya leluhur, Disbud Badung Gelar Pekan Kebudayaan Daerah Jantra Tradisi Bali

Pembuktian terhadap membaiknya kinerja adalah penghargaan yang diterima Koperasi MAP dari Gubernur Bali selama dua tahun berturut-turut pada 2012 dan 2013 sebagai koperasi dengan kategori sangat sehat.

Penghargaan ini amat besar artinya bagi Koperasi MAP, mengingat kinerja koperasi diaudit tim independen yang berasal dari luar daerah. Penghargaan ini pun menorehkan kesan tersendiri, bahwa berkat kerja keras dan keseriusan pengurus serta loyalitas anggota, membuat koperasi ini mampu mengukir prestasi dan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.

Untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, sejak tahun lalu MAP membuka program dana iuran simpanan kesehatan (DISK). Bagi warga yang berminat mengikuti program, maka harus memenuhi persyaratan tertentu.

Persyarakatan itu mencakup warga wajib menyimpan uang senilai Rp 50 ribu/bulan dan berlangsung selama lima tahun. Setelah enam bulan mengikuti progran DISK dan anggota bersangkutan menderita sakit hingga harus diopname, maka setiap hari akan mendapatkan tunjangan sebesar Rp 750 ribu/malam. Bagi anggota, tunjangan ini berlangsung seumur hidup. Akan tetapi, setiap tahun anggota maksimal akan mendapatkan 10 kali tunjangan kesehatan.

Terkendala Modal

Selain tunjangan kesehatan, sejak tahun 2006 Koperasi MAP selalu memberikan bantuan kemanusiaan kepada anggota koperasi. Bagi anggota yang menderita sakit dan harus menjalani rawat inap, atau perempuan yang melahirkan, akan mendapatkan bantuan. Sedangkan jika ada anggota yang meninggal dunia, mendapat santunan dari koperasi.

“Bantuan atau santunan ini sebagai langkah kemanusiaan, karena selama ini pendekatan MAP selalu atas dasar kekeluargaan,” ujar Sumbawa.

Sikap kekeluargaan lainnya, lanjut dia, diwujudkan jika ada anggota yang menunggak pembayaran pinjaman. Menghadapi hal ini, maka pengurus akan mendatangi agar mengetahui permasalahan yang dihadapi. Jika perlu tambahan modal, maka anggota yang menunggak itu diberikan bantuan keuangan kembali sembari di-support agar permasalahannya tidak berlarut-larut. Berkat pendekatan kekeluargaan, selama ini masalah pembayaran menunggak selalu dapat terselesaikan dengan baik.

Demi memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat, Sumbawa berharap ke depannya bisa membuka cabang MAP baru, sehingga bisa mengentaskan dan mengangkat derajat lebih banyak lagi pedagang acung di luar Kota Denpasar.

“Sayangnya, harapan saya ini masih terkendala modal. Semoga bisa segera realisasi,” kata Sumbawa.

BACA :  Bahas LKPJ Bupati Badung 2023, DPRD Gelar Raker Banggar dengan TAPD

Dikatakannya, jika ada permodalan yang cukup, Sumbawa juga menginginkan MAP membuka toko yang menjual sembako. Keinginan ini didasari karena anggota MAP sudah bertambah banyak. Kalau mempunyai toko sendiri, tentu anggota bisa dilayani membeli kebutuhan sehari-hari dengan harga murah.

“Gagasan lain, saya ingin mendirikan unit souvenir, sehingga pedagang acung dapat mengambil barang dagangan di koperasi, bukan di pasar. Cuma sayangnya ini masih berupa rencana, masih terkendala modal,” ucapnya, seraya menekankan agar koperasi ini bisa terus eksis meski dirinya tidak lagi menjadi ketua Koperasi MAP.

Mengabdi pada Koperasi

Salah seorang anggota Koperasi MAP, Pasek Totor menyatakan bahwa sejak bergabung, dirinya tidak lagi kesulitan mengembangkan usahanya berjualan baju khas Bali.

“Kalau sedang ramai wisatawan berkunjung, saya dapat mengajukan pinjaman ke koperasi. Ini sungguh dukungan yang besar bagi keluarga saya,” kata Pasek.

Dia melanjutkan, sejak bergabung dengan koperasi maka pekerjaannya berjualan baju khas Bali menjadi lebih lancar dikarenakan kendala modal dapat teratasi. Bahkan Pasek telah melibatkan keluarganya untuk mendukung usaha berjualan.

“Dan ketika Koperasi MAP membuka lowongan pegawai, istri saya Luh Tiri pun mendaftar dan diterima. Ini berkah bagi keluarga saya. Setiap hari, istri saya kini bertugas mengambil uang tabungan ke nasabah di rumah-rumah atau pedagang pasar,” katanya.

Dia melanjutkan, tahun demi tahun berganti, sekarang usaha yang digeluti Pasek Tortor sudah merambah bisnis kuliner dengan berjualan berbagai menu masakan dan dititip jual di toko-toko makanan. Usaha ini terbilang laris, sehingga keluarganya dapat membeli sebidang tanah di wilayah Denpasar.

Keberadaan Koperasi Marga Ayu Pengalu, benar-benar seperti menjadi ‘lentera’ bagi kehidupan keluarga Pasek Totor. Perlahan tapi pasti, usaha keluarganya dapat berjalan dan menjadi tumpuan hidup untuk menopang kehidupan.

“Kontribusi koperasi sungguh luar biasa sehingga keluarga saya bisa mandiri secara ekonomi. Makanya, meski sudah lebih dari lima tahun istri saya bergabung menjadi karyawan, tetap betah dan ingin terus mengabdi di Koperasi MAP. Ingin memberikan kemampuan terbaik, agar koperasi ini terus berkembang dan semoga anggota-anggota yang lain pun dapat merasakan manfaat yang maksimal,” kata Pasek. (Tri Vivi Suryani)

RELATED ARTICLES

ADS

- Advertisment -
- Advertisment -
TS Poll - Loading poll ...

Most Popular