
Penulis : A.A. Ngr. Eddy Supriyadinata Gorda
OPINI ANDA, balipuspanews.com – Upaya keberpihakan pemerintah untuk kosisten pada penggunaan produk budaya lokal masyarakat Bali melalui Surat Edaran (SE) Nomor 04 Tahun 2021 Tentang Penggunaan Kain Tenun Endek Bali/Kain Tenun Tradisional Bali layak untuk diapresiasi.
Meski demikian, perlu berhati-hati agar penerapannya efektif. Kebijakan yang bagus harus diikuti implementasi yang baik sehingga bisa dipahami oleh masyarakat dengan baik.
Berjuang bertahan di tengah pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung hampir satu tahun, memang membuat masyarakat Bali terjebak dalam krisis yang berkepanjangan. Gelombang pemutusan hubungan kerja yang terus terjadi ditambah dengan tekanan terhadap sektor pariwisata di Bali telah memengaruhi kemampuan daya beli masyarakat.
Penurunan konsumsi tidak terbendung, masyarakat cenderung menahan belanja dan lebih mengutamakan membeli kebutuhan pokok. Kehadiran himbauan yang meminta ASN dan masyarakat Bali menggunakan kain tenun Endek Bali setiap Selasa mulai 23 Februari 2021 mendatang bisa jadi dianggap kontra terhadap kondisi masyarakat tersebut.
Meskipun dalam beberapa kesempatan Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan bahwa penggunaan pakaian berbahan dasar lain Tenun Endek di Bali setiap hari Selasa hanya bersifat himbauan, bukan merupakan kewajiban, namun narasi yang berkembang di masyarakat telah berkembang liar dan memunculkan sentiment negatif terhadap SE tersebut.
Oleh karena itu, sekali lagi, Pemprov Bali perlu berhati-hati. Di satu sisi kebijakan tersebut selain dapat dipahami sebagai salah satu bentuk upaya untuk melestarikan dan melindungi warisan budaya kreatif masyarakat Bali, tampaknya juga dimunculkan untuk membangun peta jalan industri UMKM produk lokal untuk bertahan di tengah krisis pandemi Covid-19.
Perekonomian Bali yang selama ini terlalu mengandalkan wisawatan asing memang harus diubah orientasinya dengan mengoptimalkan produk UMKM.
Namun, di sisi lain, pemerintah juga harus mempertimbangkan kehilangan sumber pendapatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang tak bisa berproduksi selama masa pandemi.
Sehinggga tampaknya, pemerintah juga perlu memberikan bantuan kepada industri UMKM endek supaya tetap bisa berproduksi.
Usaha ini penting dilakukan untuk menjaga stabilitas ketersediaan pasokan Endek di masyarakat sekaligus mencegah lonjakan harga agar tetap dapat dijangkau oleh masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
Mengawal implementasi SE Pemprov Bali harus mampu menjembatani antara gagasan pemerintah dan kepentingan masyarakat yang sekarang ini yang tampaknya lebih mengharapkan bantuan sosial.
Situasi ini harus dipahami benar, karena terdesak di tengah himpitan ekonomi sambil terus bertahan di tengah bayang-bayang risiko terpapar virus Covid-19 dan polemik vaksin bukan merupakan situasi yang mudah untuk dilewati.
Jangan sampai tujuan baik dari kebijakan ini justru tidak dipahami oleh masyarakat. Barangkali ada baiknya bila kebijakan ini diberlakukan berjenjang melalui jenjang gubernur Sekda, Dinas-dinas, Bupati, pimpinan instansi Negeri dan Swasta.
Sebagai langkah awal, upaya pelestarian yang diambil Pemprov Bali patut dihargai. Ke depannya perlu dipikirkan lebih jauh upaya pelestarian budaya lokal Bali yang lebih strategis dengan berorientasi pada penguatan aspek kognitif. Aspek pengetahuan yang kuat merupakan fondasi dasar untuk memunculkan afeksi.
Sebagai bagian dari budaya Bali, kain endek tidak hanya sekadar berkaitan dengan estetika. Lebih dari itu kehadiran endek melengkapi rangkaian upacara keagamaan dan seremoni penting lainnya.
Sejak berkembang di Bali tahun 1985 di Desa Gelgel, Kabupaten Klungkung pada masa pemerintahan
Dalem Waturenggong, motif, warna, dan teknik pembuatan kain endek terus berkembang. Setiap perpaduan motif dan warna memiliki makna tersendiri.
Tantangan yang sebenarnya terletak pada bagaimana endek dipahami sebagai bagian dari peradaban masyarakat Bali yang sarat makna, sehingga memunculkan afeksi, rasa memiliki yang kuat, rasa untuk melestarikan. Pada akhirnya ada atau tidak himbauan, masyarakat Bali tetap terdorong untuk melestarikan keberadaannya.
Semoga rencana yang telah disusun Pemprov Bali dapat berjalan dengan baik dan kearifan produk lokal lainnya segera mendapatkan perlakuan sama.