
JAKARTA, balipuspanews.com – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly mengungkapkan data kedatangan warga negara asing (WNA) periode 1 Maret 2020 sampai dengan 10 Juni 2020 mengalami penurunan secara signifikan.
Penurunan terjadi setelah kementeriannya menerbitkan sejumlah Peraturan Menteri Hukum dan HAm (Permenkumham) RI kebijakan tenaga kerja asing di Indonesia dari negara terdampak Covid-19.
Penegasan disampaikan Yasonna saat menyampaikan kinerja Kemenkumham dalam refocusing dan realokasi anggaran terkait penanganan Covid-19 dan program lain terkait tatanan normal baru, dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI, Senin (22/6/2020).
Sejumlah Permenkumham yang dikeluarkan antara lain Permenkumham RI Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penghentian Sementara Bebas Visa Kunjungan, Visa, dan Pemberian Izin Tinggal Keadaan Terpaksa Bagi Warga Negara Republik Rakyat Tiongkok.
Lalu, Permenkumham RI Nomor 7 Tahun 2020 tentang Pemberian Visa Dan Izin Tinggal Dalam Upaya Pencegahan Masuknya Virus Corona.
Kemudian, Permenkumham RI Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penghentian Sementara Bebas Visa Kunjungan Dan Visa Kunjungan Saat Kedatangan Serta Pemberian Izin Tinggal Keadaan Terpaksa, serta Permenkumham RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Pelarangan Sementara Orang Asing Masuk Wilayah Negara Republik Indonesia.
Menteri Yasonna menjelaskan data kedatangan WNA periode 1 Maret 2020 s/d 10 Juni 2020 mengalami penurunan secara signifikan yaitu BVK (Bebas Visa Kunjungan) pada bulan Maret sebanyak 254.899. Penurunan juga terjadi pada bulan Juni menjadi sebanyak 847.
VOA (Visa on Arrival) pada bulan Maret sebanyak 12.955 dan terjadi penurunan pada bulan juni menjadi sebanyak 0.
Selain itu, penurunan juga pada VITAS (Visa Tinggal Terbatas) pada bulan maret sebanyak 4.522 dan terjadi penurunan pada Juni menjadi sebanyak 94.
Apabila dibandingkan persetujuan VISA Tahun 2020 dengan Tahun 2019, sambung Yasonna terdapat penurunan yang signifikan pada periode yang sama.
“Untuk VISA tinggal terbatas bagi TKA terjadi penurunan sebesar 63,5% atau 25.459 WNA, untuk VISA kunjungan bagi TKA terjadi penurunan sebesar 54,9% atau 15.847 WNA,” ucap Yasonna.
Mengenai penerapan tatanan normal baru (new normal) terkait keimigrasian terutama orang asing yang datang ke Indonesia, menurut dia Direktorat Jenderal Imigrasi mengeluarkan Surat Edaran Nomor IMI-GR.01.01-0946 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Keimigrasian Dalam Masa Tatanan Normal Baru yang memuat protokol kesehatan dalam pelaksanaan layanan keimigrasian.
“Hal yang dilakukan adalah membuka kuota antrean pada Aplikasi Pendaftaran Paspor Online (APAPO), dengan pembatasan jumlah kuota antrean maksimal 50 persen dari kuota normal dan penyiapan video conference di rumah detensi,” ujar Yasonna.
Pelaksanaan protokol new normal juga diterapkan di bidang pemasyarakatan dan warga binaan pemasyarakatan.
Di Lapas/Rutan, petugas harus dalam Keadaan Sehat, wajib dicek suhu tubuh dan mencuci tangan pakai sabun, serta menggunakan APD. Kemudian, Warga Binaan Pemasyarakatan wajib menggunakan masker selama berada di luar blok hunian.
“Bagi WBP yang diduga sebagai OTG, ODP, dan PDP dilakukan pemeriksaan Rapid Test maupun PCR/PCM,” sebutnya.
Rapat juga membahas penyelesaian masalah narkotika di lapas, serta penyebab over crowded di lapas. Menurut Yasonna, Peredaran narkoba di Lapas/Rutan, terjadi di antaranya karena belum optimalnya pemisahan bandar dan pemakai di dalam satu Lapas/Rutan.
“Dalam mengurangi peredaran narkoba di Lapas/Rutan, upaya yang dilakukan oleh jajaran pemasyarakatan antara lain pemindahan bandar narkoba ke nusakambangan secara bertahap, serta meningkatkan sinergitas dengan Aparat Penegak Hukum,” ungkapnya.
Sedangkan penyebab over crowded di lapas/rutan, di antaranya karena pemahaman masyarakat dan penegak hukum yang masih punitive (misalnya untuk kasus narkoba), dan belum optimalnya penegak hukum menerapkan tahanan rumah atau tahanan kota.
“Ditambah belum optimalnya penerapan pidana alternatif dalam rangka penanganan over crowded yang dilakukan Ditjen PAS antara lain memberikan asimilasi dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19 kepada 40.020 WBP, serta menerbitkan Permenkumham Grand Design Penanganan over crowded pada Lapas dan Rutan,” ujarnya.
Yasonna menambahkan sejak dilakukan Program Asimilasi di rumah dan integrasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19, jumlah narapidana yang berulah kembali setelah dikeluarkan melalui program asimilasi dan integrasi sebanyak 222 orang atau 0,6 persen.
“Semenjak dilakukan program asimilasi di rumah dan integrasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19, data pencabutan karena pelanggaran atas ketentuan program dimaksud per 15 Juni 2020 sebanyak 222 klien, dari jumlah 40.020 narapidana atau sebesar 0,6 persen,” sebutnya.
Angka tersebut menunjukkan efektivitas pengeluaran narapidana dan anak melalui program asimilasi dan integrasi di tengah pandemi COVID-19.
Yasonna mengatakan capaian tersebut tidak lepas dari adanya pengawasan, bimbingan, dan koordinasi antar penegak hukum terhadap para narapidana dan anak yang dikeluarkan.
Lebih jauh, Menkumham Yasonna menjelaskan adanya penghematan dalam 11 program Kemenkumham tahun 2020 mencapai Rp695.129.709.000.
Penghematan itu berasal dari penghematan belanja modal sebesar Rp367.539.210.000, penghematan belanja operasional Rp269.707.684.000, dan BB Non OPS Rp57.882.815.000.
Adapun refocusing dan realokasi anggaran tahun 2020 dalam rangka penanganan Covid-19 adalah deteksi penanganan Covid-19 Rp26.546.512.000, pencegahan penanganan Covid-19 Rp19.676.005.000, penanganan dan pemulihan Covid-19 Rp30.762.950.000, sehingga total refocusing dan realokasi anggaran sebesar Rp77.001.467.000.
Penulis/Editor : Hardianto/Artayasa