
JAKARTA, balipuspanews.com – Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menengarai para obligor Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI) yang sebagian diantaranya masih memiliki kewajiban utang kepada negara menjadi penyumbang dana politik pada semua level tingkatan termasuk Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2024.
Menurut Misbakhun, para obligor BLBI dengan kekayaan yang melimpah dan berkepentingan menjaga kelangsungan roda bisnisnya berupaya menjadi penyumbang dana kampanye sekaligus menjadi tim sukses untuk kontestasi politik pada Pemilu 2024 mendatang.
“Ini dugaan saya ya. Kalau mereka jadi peyumbang (kontestasi politik) dan jadi tim sukses, selesai semua ini,” ucap Misbakhun dalam alam diskusi Dialektika Demokrasi yang mengusung tema ‘Menakar Efektivitas Kinerja Satgas BLBI’ di Media Center Parlemen, Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, Selasa (28/3/2023).
Lebih jauh, Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar ini mengatakan akibat ulah para konglomerat yang tersandera utang BLBI dan hingga kini masih ikut dalam protokoler kenegaraan itu, negara yang harus memikul beban berat. Sedangkan mereka masih tercatat masuk dalam daftar orang terkaya di Indonesia selain ikut dalam acara kenegaraan.
“Akibat para obligor ini, kemudian negara memikul beban mereka. Terus kita mengharapkan orang yang lahir dari kontestasi politik yang mereka sumbang?” sesal Misbakhun mempersoalkan.
Misbakhun menegaskan ketidaktegasan negara terhadap para obligor yang menjadi pengemplang BLBI menjadi penyebab karut marut penyelesaian BLBI. Akibatnya, kasus BLBI yang sudah mencuat lebih dari 20 tahun itu penyelesaiannya tidak berujung.
Kasus ini, sambung Misbakhun merupakan sejarah panjang dan pahit modus dan menjadi preseden membangkrutkan negara melalui mekanisme utang piutang perbankan di Indonesia yang sampai saat ini belum bisa dipastikan kapan akan dituntaskan penyelesaiannya.
Bahkan, ia mengaku miris melihat para obligor yang hampir membangkrutkan negara Indonesia itu justru tetap menjadi bagian orang-orang yang masuk dalam daftar orang terkaya di Indonesia.
“Sekarang kita lihat profile para obligor itu, orang-orang yang pernah membuat negara ini hampir bangkrut. Sekarang tetap menjadi bagian orang-orang yang masuk daftar orang terkaya di Indonesia dan tidak berkurang kekayaannya, tapi kewajiban negaranya makin bertumpuk soal utang,” ucap Misbakhun.
Dia juga menyesalkan kinerja Satuan Tugas (Satgas) BLBI yang telah dibentuk pemerintah pada 2021, namun belum bisa bekerja optimal meskipun akan mengakhiri masa tugas pada akhir tahun ini. Hingga kini Satgas tersebut baru menyelesaikan tagihan sekitar 23 persen atau sekitar Rp28 triliun dari para obligor yang memiliki utang sejak kasus BLBI mencuat lebih dari 20 tahun lalu.
Pada kesempatan sama, Anggota Komisi III DPR, Wihadi Wiyanto mengatakan lemahnya kinerja Satgas BLBI hingga tidak mencapai target tagihan adalah kibat tidak transparannya satuan tugas itu dalam bekerja.
Selain itu, Wihadi mengaku mendapat informasi bahwa para anggota Satgas malah bekerja sama dengan pihak obligor sehingga piutang negara sulit untuk ditagih. Dia menambahkan bahwa tidak tertutup kemungkinan pihak Satgas memberikan data dan informasi kepada obligor.
Dengan demikian, sambung Wihadi, pihak obligor bisa mengkonsultasikan persoalan mereka dengan para penasihat hukum maupun naotaris sehingga kemudian penyelesaiannya lebih menguntungkan mereka.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari Segara Institute, Piter Abdullah Redjalam menekankan perlunya terobosan hukum mencari penyelessian kasus BLBI.
Menurutnya, semua persyaraan dan aturan sudah memenuhi syarat untuk penyelesian kasus yang sempat mengguncang perekonomian nasional tersebut. Akan tetapi, pemerintah maupun Satgas BLBI dinilai tidak berani mengambil tindakan tegas untuk mengembalikan aset milik negara tersebut.
Dia mengharapkan pemerintah membuat terobosan, termasuk terobosan hukum sehingga negara tidak rugi.
“Harus ada pemimpin yang berani. Ini persoalannya adalah keberanian karena semua syarat sudah terpenuhi,” tegas Piter.
Penulis : Hardianto
Editor : Oka Suryawan