Singaraja, balipuspanews.com –Pembangunan Reservoar di Banjar Dinas Tukad Ampel, Desa/Kecamatan Kubutambahan menyisakan persoalan. Jalan desa sepanjang 500 meter rusak akibat galian pipa proyek air bersih yang dikerjakan Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali Penida pada tahun 2016 lalu. Kondisi inipun dikeluhkan masyarakat yang bermukim di wilayah tersebut.
Padahal, sebelum dilakukan pembangunan, kondisi jalan di kawasan tersebut masih bagus. Jalan beraspal yang dibangun dengan bantuan dana dari P3DT tahun 2006 ini fungsinya sangat vital. Karena menjadi akses utama warga untuk mengangkut hasil perkebunan dan peternakan.
Selain berdebu, jalan sepanjang 500 meter dengan lebar 2,5 meter tersebut kondisinya rusak parah, penuh kerikil dan pasir, lantaran aspalnya sudah hancur lebur pasca dilakukan penggalian pemasangan pipa air bersih.
Tak pelak, pengguna jaln yang akan melintas harus ekstra hati-hati, utamanya pada ruas jalan dengan kondisi menurun.
Ironisnya jalan penghubung Desa Kubutambahan dengan Desa Bulian ini kerap dilintasi warga untuk mengangkut hasil perkebunan dan ternak.
Selain itu, jalan ini juga merupakan satu-satunya akses yang digunakan warga menuju ke Pura Pande yang disungsung oleh krama Desa Pakraman Kubutambahan.
“Kalau sekarang saat pujawali di Pura Pande kondisi jalannya sangat berdebu karena aspalnya hancur. Pasti menganggu krama yang ingin sembahyang. Begitu juga saat musim hujan jalan ini seperti sungai, beberapa sumur di pelaba pura juga ikut terendam” keluh salah seorang pengempon Pura Pande, Gede Anggastia.
Kelian Desa Pakraman Kubutambahan, Jro Gede Warkadea mengklaim bila dirinya sudah bersurat pada 26 Juli 2018 lalu kepada Menteri PUPR. Dalam surat tersebut, pihaknya meminta agar aspal di jalan tersebut dinormalkan kembali seperti semula. Atau setidaknya dikembalikan dengan rabat beton, pasca dilakukan penggalian pipa sehingga bisa dilalui warga.
“Saat melakukan penggalian, BWS sempat menjanjikan akan menormalkan kembali. Tetapi sampai sekarang belum dikembalikan seperti semula. Ya warga mengeluhkan, karena jalan ini akses utama. Apalagi jalan ini menghubungkan antara Desa Kubutambahan dengan Desa Bulian,” keluh Warkadea.
Sayangnya, surat yang dilayangkan oleh Jro Warkadea hingga kini belum mendapat respon dari pihak BWS. Mirisnya lagi, sebut Warkadea, BWS justru berkilah jika saat pembangunan kondisi jalan memang sudah tidak ada aspalnya.
“BWS sempat mengatakan, dulu saat pembangunan sudah tidak ada aspalnya. Loh gimana ini, BWS kok malah berkelit. Sampai sekarang belum ada kepastian dari BWS. Padahal kan sudah 2 tahun proyeknya selesai,” imbuhnya.
Sementara, Kepala Desa Kubutambahan Gede Pariadnyana berharap agar BWS segera menindaklanjuti keluhan masyarakatnya. Apalagi, warga yang bermukim di Banjar Dinas Tukad Ampel dan kerap melintas di ruas jalan ini jumlahnya mencapai puluhan KK.
“Sebenarnya saya baru menjabat sebagai Perbekel pada Mei 2017. Sedangkan pembangunan reservoar kan 2016 lalu. Tiang tidak tahu persis bagaimana perjanjiannya. Tapi setidaknya BWS bertanggung jawab lah, karena jalan ini sangat vital untuk akses ekonomi warga,” harapnya.