
SUKASADA, balipuspanews.com — Proses pembebasan lahan untuk pembangunan jalan baru batas kota Singaraja-Mengwitani atau yang sering disebut shortcut Singaraja-Mengwitani dikebut. Tak tanggung-tanggung, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Bali telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 200 miliar untuk rencana pembebasan lahan shortcut lanjutan di titik 7-8 dan titik 9-10 di bulan Desember mendatang.
Kepala Dinas PU Bali, Ir. I Nyoman Astawa Riadi, M.Si saat ditemui saat pendataan awal masyarakat terdampak proyek shortcut di Balai Banjar Pererenan Bunut, Desa Gitgit, Kecamatan Sukasada, menjelaskan dari awal PU Bali selaku pemrakarsa diberikan tugas untuk pembebasan lahan shortcut titik 7-8 dan 9-10.
Pembiayaan pembebasan lahan itu sendiri dianggarkan dari APBD Provinsi Bali. Pembebasan lahan diharapkan tuntas dibayar kepada masyarakat terdampak pada bulan Desember 2019 mendatang. Masyarakat yang terdampak pun diajak untuk menyukseskan program pemerintah ini.
“Kita harapkan seluruh masyarakat yang terdampak bisa menerima apa yang menjadi program pemerintah ini,” ujar Kadis Riadi.
Soal anggaran pembebasan lahan, Kadis Riadi menyebut, sudah disiapkan anggaran sebesar Rp. 190 miliar. Untuk DPA di Dinas PU total menjadi Rp 200 miliar. Besaran angka ini masih menjadi estimasi. Tergantung nanti dari tim appraisal berapa jumlah yang harus dibayarkan kepada masyarakat yang terdampak. Pemerintah tidak menentukan berapa harga dari lahan masyarakat.
“Dari Rp 200 miliar itu, bisa kurang bisa lebih. Nanti tim appraisal yang menentukan,” terangnya.
Nah, dari pendataan awal yang dilakukan tim persiapan pembebasan lahan, tercatat ada 145 orang yang lahannya terdampak pembangunan shortcut. Jumlah tersebut tersebar di tiga desa yaitu Desa Wanagiri, Desa Gitgit, dan Desa Pegayaman. Lahan yang terdampak diestimasikan mencapai 31,41 hektar.
Sementara, Anggota Tim Pembebasan Lahan yang juga Kepala Bagian Pemerintahan, Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Provinsi Bali, Dewa Made Ardana mengungkapkan jumlah semula 145 orang itu, bisa saja berkembang karena trase jalan baru bisa berubah.
Pendataan awal, kata dia merupakan gerakan pertama untuk menuju ke konsultasi publik. Data riil akan didapat dari pendataan awal sehingga bisa berlanjut ke konsultasi publik.
“Nanti saat konsultasi publik yang rencananya digelar tanggal 5 November 2019, kita akan undang tiga desa ini, warga yang terdampak dan tokoh masyarakat,” katanya.
Imbuh Ardana, acuan penentuan lokasi (penlok) bisa dikeluarkan setelah masyarakat sepakat pada saat konsultasi publik. Ini dikarenakan output dari konsultasi publik adalah Berita Acara sebagai dasar penerbitan penlok. Segala keberatan dan masukan akan muncul di Berita Acara tersebut.
“Sesuai dengan aturan yang ada, apabila ada keberatan, masih ada waktu dan diberikan kesempatan,” tutupnya.