JAKARTA, balipuspanews.com – Evaluasi arus mudik 2022 masih terkendala ‘masalah lama’ yang sebenarnya bisa ditangani oleh pemerintah.
Penumpukan pemudik di jalan tol lintas Jawa sebenarnya bisa dihindarkan jika ada alternatif dan informasi yang akurat.
“Mestinya karena menuju ke sana konsentrasinya jalan tol tetapi jangan melupakan jalan non tol,” kata Pengamat Transportasi Djoko Setijowardono kepada wartawan, Sabtu (30/4/2022).
Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani mengingatkan agar pemerintah memfasilitasi masyarakat yang hendak mudik sebaik mungkin. Puan memaklumi antusiasme warga setelah 2 tahun tidak diperkenankan mudik saat Lebaran.
Diperkirakan, akan ada lebih dari 80 juta pemudik yang akan pulang ke kampung halamannya. Sebanyak 14 juta di antaranya berasal dari wilayah Jabodetabek.
“Kita memaklumi antusias warga mengingat akibat pandemi Covid-19, sudah 2 tahun masyarakat tidak diperkenankan mudik saat Lebaran. Antusiasme mudik yang tinggi ini harus disikapi dengan persiapan matang dari pihak otoritas,” ujar Puan.
Pemerintah pun mengeluarkan sejumlah perencanaan, antisipasi dan imbauan agar publik mudik lebih awal.
Satu hal yang ditekankan Djoko adalah tidak adanya transportasi di pedesaan.
“(Pemudik) Naik motor karena di daerah angkutan pedesaan tidak ada. Tugas pemerintah untuk memperbaiki,” sebut Djoko.
Dia juga mengingatkan perlunya membagi armada mudik gratis ke Sumatera.
Pengamat perkotaan dan transportasi Yayat Supriatna mengungkapkan antusiasme masyarakat sangat luar biasa. Terjadi peningkatan yang luar biasa baik untuk tranportasi darat dan laut, utamanya macet parah di jalan tol dan antrean panjang di pelabuhan.
“Memang imbauan pemerintah untuk mudik lebih awal itu bagus, tapi meledaknya pemudik pada akhir bulan Ramadan atau menjelang 2-3 hari menjelang Hari Lebaran itu memang tidak bisa dihindari, karena perjalanan itu sangat diatur oleh jadwal kerja para pekerja formal,” ujarnya.
Menurutnya, rekayasa lalu-lintas yang kini diterapkan seperti pemberlakuan satu arah (one way/contraflow) memang cukup membantu meski punya dampak.
“Pola one-way atau contraflow kontrak untuk beberapa saat sangat membantu di jalan tol, tapi menjadi beban di jalan arteri,” tegasnya.
Padahal menurutnya, jalan arteri atau alternatif tidak sebagus jalan tol. Begitu juga fasilitas dan sumber daya penunjang di jalan arteri tidak sesigap dan sebaik jalan tol.
Padahal beban jalan jalan arteri lebih berat daripada jalan tol dengan berbagai kegiatan dan aktivitas yang kompleks. Apalagi jika jalan arteri harus memikul beban arus mudik.
Pelabuhan Merak juga menjadi sorotan dengan antrean yang cukup panjang. Operator jalan tol menyarankan pemudik untuk menunggu di rest area terlebih dahulu. Tetapi hal itu juga tidak ada kejelasan terkait waktu tunggu masuk pelabuhan.
“Memang harus diakui informasi tentang kepastian kapan dibuka sangat situasional, sehingga banyak orang yang berada di tengah jalan tiba-tiba terjebak,” sambungnya.
Meski demikian, Yayat mengapresiasi kerja keras Korlantas Polri, Kemenhub, dan operator jalan tol. Namun menurutnya saat ini yang paling diperhatikan adalah partisipasi, pengertian, dan pemahaman bersama.
“Antisipasi, gagasan, konsep sudah disiapkan, bahkan terkait dengan jumlah pemudik pun semua sudah dihitung, semua sudah diperkirakan. Tetapi yang harus dilihat antara konsep dan gagasan dengan praktiknya masih ada gap (kesenjangan), misalnya informasi dan komunikasi. Itu yang paling penting,” tegasnya.
Yayat meminta semua orang harus lebih banyak bersabar dan mencari informasi akurat terkait perjalanan. Ia juga menyarankan agar masyarakat membuat perencanaan matang terkait keberangkatan, sehingga tidak terjebak kemacetan saat puncak arus mudik.
“Semua orang dalam kondisi ini memang diminta harus banyak bersabar dan memang harus dapat informasi yang akurat. Jadi dia bisa mempersiapkan perjalanan, bisa lebih pasti,” pungkasnya.
Penulis : Hardianto
Editor : Oka Suryawan