
BADUNG, balipuspanews.com–
Sekolah aman dan inklusif mendukung terwujudnya pendidikan berkualitas. Namun, “Tiga Dosa Besar” Pendidikan masih marak terjadi di satuan pendidikan di Indonesia. Untuk itu, Kemendikbud ristek gencar melakukan sosialisasi maupun diskusi bersama dengan Kelompok Terpumpun Penguatan Karakter ke daerah-daerah untuk meminimalisir terjadinya tindakan yang menghambat terwujudnya lingkungan belajar yang baik, tapi juga memberikan trauma yang bahkan dapat bertahan seumur hidup bagi seorang anak.
“Kami berupaya mengimplementasikan Profil Belajar Pancasila, nilai- nilai Pancasila dapat mewujudkan SDM unggul dan mewujudkan Generasi emas tahun 2040,” kata Kepala Pusat Penguatan Karakter Kemendikbud Ristek, Rusprita Putri Utami usai menggelar diskusi Bersama Kelompok Terpumpun bersama Perwakilan Kepala Dinas Provinsi dan Kab/Kota se Bali, NTB dan NTT di hotel Grand Mercure, Seminyak, Badung, Bali, Kamis (25/5/2023).
Rusprita mengatakan, kegiatan ini merupakan kegiatan kedua dilakukan Kemendikbud Ristek setelah sebelumnya dilakukan di kepulauan Riau. Latar belakang dilakukannya kegiatan ini tiada lain untuk melakukan evaluasi melalui asesmen nasional yang dikenal dengan raport pendidikan sehingga dapat dilihat karakter, iklim keamanan sekolah, dan iklim kebhinekaan, disamping juga melihat asesmen minimum di seluruh satuan pendidikan di Indonesia.
“Asesmen ini bukan menjadi reward, melainkan bahan refleksi untuk menentukan basis interpensi apa yang diperlukan,” imbuh perempuan Jebolan Universitas Indonesia ini.
Dikatakan, berdasarkan data kasus tiga dosa besar pendidikan di Indonesia masih marak terjadi seperti
perundungan 24,4 persen peserta dididik berpotensi mengalami perundungan, 22,4 persen Kekerasan Seksual terjadi, dan 59 persen terjadi Intoleransi sehingga menjadi isu besar dan PR bagi bangsa Indonesia.
Terkait penyebab, kata Ruspitri, disebabkan kurangnya literasi. Terkadang, tindakan yang dilakukan siswa tersebut dianggap hal wajar, padahal tindakan yang dilakukan tergolong kekerasan. Sehingga perlu diberikan literasi tidak hanya kepada siswa, melainkan, guru, dinas terkait maupun orang tua siswa.
“Kita ingin menghilangkan area hitam putih,” akunya.
Tiga dosa, masih kata Rusprita bisa terjadi dimana saja, bisa di ranah publik, maupun domestik, siapa saja bisa menjadi pelaku maupun korbannya. Terkait payung hukum, sebelumnya sudah ada Permen nomor 8 tahun 2015 terkait penanganan dan pencegahan kekerasan di lingkungan pendidikan.
Namun, sekarang masih dikaji payung hukum yang lebih komprehensif dan implementatif yang tidak hanya membebankan kepada satuan pendidikan, melainkan mencakup keterlibatan pemda, masyarakat, maupun orang tua.
Lebih jauh kata Rusprita, karena ranah ini merupakan lintas sektor, seperti Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak maupun Kementerian Agama maka terus mengadakan pertemuan-pertemuan.
Sementara itu, melalui sambutan offline sekaligus membuka diskusi ini,
Sekjen Kemendikbudristek
Ir. Suharti, M.A., Ph.D. menambahkan, penguatan karakter merupakan roh dan pondasi utama bagi siswa, pasalnya kompetensi intelektual siswa tidak cukup untuk menjadikan SDM unggul.
Untuk itu, diharapkan generasi muda Indonesia memiliki pemahaman intelektual yang cukup disertai karakter yang kuat dan pengamalan nilai-nilai Pancasila.
“Kita berkumpul tidak hanya mengimplementasikan kebijakan penguatan karakter, melainkan berdiskusi terkait Profil Pelajar Pancasila maupun penghapusan tiga dosa besar perundungan, kekerasan seksual maupun intoleransi,” ungkapnya.
Dikatakan, siswa hendaknya dapat menikmati layanan pendidikan berkualitas, dapat menikmati pendidikan aman, nyaman dan menyenangkan. Maka perlu dilakukan kolaborasi dan gotong royong untuk mewujudkan hak tersebut.
Peran serta masyarakat, dinas pendidikan, orang tua maupun stakeholder lainnya. Dukungan, kritik dan saran sangat diharapkan apa yang sudah dilakukan selama ini.
“Pemerintah sendiri tidak akan mampu melakukan sendiri. Ibaratkan butuh satu desa untuk mengembangkan satu anak,” pungkasnya.
Dilain sisi narasumber E. Dede, Suryaman, menambahkan, dari sisi upaya sudah dilakukan berupa Bimtek, melalui konten maupun kolaborasi. Kendala yang dihadapi saat ini yaitu faktor literasi. Maka diharapkan siswa maupun satuan pendidikan bisa memahami literasi.
Diharapkan literasi ini dapat memiliki akses hingga pemahaman-pemahaman maupun edukasi dapat tersampaikan pada sasaran seperti siswa, orang tua, maupun satuan pendidikan.
Pihaknya berharap, usai dilakukan diskusi bersama kelompok terpumpun
penguatan karakter siswa, apa yang didapatkan menjadi bekal yang nantinya dapat diimplementasikan sampai ke bawah.
Penulis: Budiarta
Editor: Oka Suryawan