
Denpasar, balipuspanews.com – Situasi Bali di era globalisasi dihadapkan dengan tantangan yang tidak mudah. Masyarakat Bali memiliki keunggulan pariwisata dan budaya, sudah seharusnya menjadi tuan rumah di daerahnya sendiri.
Seiring arus globalisasi yang kian berkembang, hal itu pun praktis memacu manusia Bali mampu melawan derasnya hegemoni atau pengaruh kapitalis dari dalam maupun luar Bali.
Melalui seminar nasional bertema memaknai kebhinnekaan dan merajut persaudaraan memperkokoh jati diri bangsa, terselenggara atas kerjasama Program Studi Antropologi Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unud dan BPNB Bali. Masyarakat Bali diharapkan lebih peka atas beragam persoalan dan dampak ditimbulkan dari globalisasi. Di sisi lain, perubahan dalam konteks multikulturalisme menjadi motivasi untuk dapat lebih mempertahankan kekhasan budaya diwariskan. Masyarakat Bali agar tidak kehilangan jadi diri dan kebhinnekaan dimiliki.
Ketua Panitia seminar nasional (Semnas) I Gusti Putu Sudiarna mengatakan, Semnas diselenggarakan mengangkat isu menarik mengenai kebhinnekaan, yang mana sempat terjadi persoalan di tingkat nasional menyangkut eksistensi persatuan dan kesatuan. Namun demikian, kebhinnekaan di tanah air masih tetap kokoh terjaga. “Semnas menghadirkan tokoh nasional, berbicara tentang pentingnya kebhinnekaan dan pluralisme yang harus tetap dipertahankan demi keutuhan NKRI. Ada pula pembicara dari Dosen Antropologi FIB Unud dan pihak BPNB Bali,” kata Sudiarna, dalam sambutannya, Senin (28/08/2017) kemarin di Auditorium Widya Sabha Mandala FIB Unud.
Sambutan senada diutarakan Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Budaya Unud Prof. Dr. I Nyoman Weda Kusuma, MS., Semnas dilaksanakan Jurusan Antropologi FIB Unud diharapkan memberi ilmu pengetahuan luas kepada mahasiswa-mahasiswi dan alumni Antropologi yang hadir. “Tema yang diambil Prodi Antropologi kini sudah sangat tepat, karena pada saat ini masalah kebhinnekaan menjadi perbincangan cukup ramai di tingkat nasional.
Kebinnekaan atau pluralisme merupakan suatu gagasan yang mengakui kemajemukan adalah realita.
Nah, mendorong setiap orang untuk menyadari dan mengenal keberagaman di segala bidang kehidupan seperti, keberagaman agama, sosial budaya, sistem politik, etnisitas, tradisi lokal, dan lainnya.
Gagasan dimaksud dalam menciptakan kesepahaman toleransi dengan tujuan membentuk masyarakat memajukan lingkungannya di dalam kebhinnekaan dan ketentraman. Keadilan dan kemerdekaan yang setara, sehingga secara tidak langsung menjadi masyarakat yang satu dan kuat dalam bingkai NKRI,” ujar Prof. Weda mewakili Dekan FIB Unud Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A.
Semnas sendiri dirangkai HUT ke- 60 tahun Antropologi di Indonesia, HUT Antropologi Bali ke-55 tahun, BK FIB ke-55, dan pembentukan Asosiasi Antropologi Indonesia (AAI) pengurus daerah Bali.
Menariknya, Semnas dipandu moderator Prof. Dr. A.A. Ngurah Anom Kumbara, M.A., menghadirkan tiga narasumber ternama yakni, pembicara tokoh Islam Liberal Ulil Abshar Abdalla, Dosen Antropologi FIB Unud Dr. Ida Bagus Pujaastawa, M.A., dan Pembicara dari Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Bali I Putu Putra Kusuma Yudha., S.Sos., M.Si., ketiganya tampak mendapatkan respon positif dari peserta Semnas. Bahkan, banyak pertanyaan dilontarkan para peserta dalam diskusi tanya jawab mengenai isu-isu multikulturalisme dan kebhinnekaan yang ramai mencuat di tanah air.