Soal Beri Sinyal Penundaan Pemilu, Ini Jawaban Bamsoet

Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo (Bamsoet). (Foto : MPR RI)
Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo (Bamsoet). (Foto : MPR RI)

JAKARTA, balipuspanews.com– Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet) merespon balik pernyataannya yang dinilai kontroversial dan mendapat protes banyak pihak terkait penyelenggaraan Pemilu 2024 yang mesti dipikirkan ulang.

Iapun mengungkapkan bahwa tidak maksud dan keinginannya agar pemilu ditunda. Kata Bamsoet, yang terlontar dari ucapannya hanya dipikirkan ulang.

“Terkait respon saya kepada Hanta Yudha yang merilis survey tingkat kepercayaan kepada Presiden Jokowi – Maruf Amin meningkat tajam, banyak yang protes. Ini jawaban saya: pertama, apa yg disampaikan dalam komentar berita-berita itu melintirnya terlalu jauh,” kata Bamsoet pada wartawan, Jakarta, Jumat (9/12/2022).

Menurut Bamsoet, tak ada alasan kuat untuk menunda pemilu karena tahapan pemilu sudah berjalan. Baginya, tak ada alasan kuat menunda pemilu kecuali ada kejadian luar biasa yang bisa saja diputuskan bersama ditundanya pemilu seperti bencana alam atau faktor non alam seperti perang yang mengharuskan pelaksanaan pemilu ditunda.

“Tahapan pemilu sedang berjalan. Kecuali ada sesuatu hal yang luar biasa sebagai mana diatur dalam konstitusi dan UU. Misalnya faktor alam dan non alam, perang dan lain-lain yang membuat pemilu tidak bisa dilaksanakan seluruhnya atau sebagian. Saya kan hanya mengajak berpikir. Masa berpikir saja tidak boleh,” ujarnya.

Soal pelaksanaan pemilu Bamsoet mengatakan sudah membuka diskursus publik.

“Silakan utarakan tanpa kemarahan. Yang pasti, konstitusi kita sudah mengatur dengan jelas, pemilu dilakukan setiap lima tahun. Masa jabatan presiden lima tahun, maksimal dua periode,” papar Bamsoet.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar itu juga ikut merespon rencana sejumlah pihak melakukan amandemen dan kembali ke naksah asli UUD 1945. Sebagai Ketua MPR RI, Bamsoet mengaku tidak bisa melarang pihak menyuarakan hal itu tapi ada syarat yang harus dipenuhi jika ingin melakukan amandemen.

Dia mengingatkan mengamandemen UUD NRI 1945 bukan hal mudah dilakukan. Harus dengan alasan yang jelas. Pasal mana yang mau diamandemen disertai argumentasi dan kajian akademis yang jelas. Tidak hanya itu. Syarat pentingnya adalah harus didukung sekurang-kurangnya 1/3 anggota MPR yang berjumlah 711 dari 9 Fraksi di DPR dan 136 anggota DPD serta untuk mencapai qorum harus dihadiri oleh 2/3 anggota MPR.

“Jadi tidak mudah. Satu atau dua fraksi saja tidak hadir, sidang MPR tidak dapat dilanjutkan,” urainya.

“Bagi yang mau amanden silahkan. Asal terpenuhi semua persyaratan sebagaimana diatur dalam konstitusi. Termasuk kalau mau kembali ke UUD 1945 yang asli. Kita sudah mengamandemen 4 kali. Jadi silahkan saja,” sambungnya.

Sedangkan, bagi yang tidak setuju, dipersilahkan dengan argumentasinya. Yang pasti, ia bersama pimpinan MPR dan pimpinan Fraksi-Fraksi di MPR telah sepakat tidak mengambil jalan amandemen untuk menghadirkan kembali PPHN (Pokok-pokok Haluan Negara) sebagai cetak biru atau bintang pengarah bagi kepemimpinan Indonesia dalam jangka panjang agar berkesinambungan dan berkelanjutan.

Sebelumnya, Bamsoet menyoroti suhu politik yang kurang sehat beberapa bulan terakhir ini sehingga ia berpikir bagaimana Pemilu 2024 mendatang mesti dipikirkan ulang.

“Tentu kita juga mesti menghitung kembali, karena kita tahu bahwa penyelenggaraan pemilu selalu berpotensi memanaskan suhu politik nasional, baik menjelang, selama, hingga pasca penyelenggaraan pemilu,” tegas Bamsoet pada diskusi Poltracking Indonesia yang digelar virtual, Kamis (8/12/2022).

Penulis: Hardianto
Editor: Oka Suryawan