Sopir Keluhkan Angkutan Tua Sulit Bayar Pajak

Ilustrasi angkutan tua (Ist)

Jembrana, balipuspanews.com – Nasib angkutan umum termasuk Antar-Kota Dalam Provinsi (AKDP), kini semakin terpuruk. Selain sepi penumpang sehingga pemasukan minim, juga tidak bisa memenuhi kewajiban membayar pajak karena rata-rata armadanya sudah tua.

Saat ini jumlah armada AKDP yang ada sudah semakin menurun, lantaran banyak yang tidak beroperasi atau dijual lantaran sepi penumpang. Angkutan yang masih beroperasi juga sudah tua-tua yang usianya sudah lebih dari 25 tahun. Dengan usia yang sudah tua itu, angkutan umum tersebut tidak bisa lagi mengurus izin sehingga otomatis tidak bisa membayar pajak.

“Usia kendaraan sekarang dibatasi. Maksimal 25 tahun. Sementara angkutan umum yang ada sebagian besar sudah di atas 25 tahun,” ujar Komang Arnawa, 50, sopir angkutan asal Lingkungan Satria, Pendem, Jembrana, Minggu (16/7).

Baca Juga :  Ancaman El Nino, Pasokan Beras di Bali Aman

Dengan kondisi penumpang yang sepi mereka jelas kesulitan mendapat penghasilan. “Untuk mendapat satu penumpang harus antre berjam-jam, mau bayar pajak harus usia minimal kendaraan tidak lebih dari 25 tahun. Karena samsat mati dan izin tidak bisa diperbarui maka kalau ada oprasi kita jadi bermasalah,” keluh Arnawa.

Sementara itu, Putu Surya Dharma (50) sopir izusu juga asal Lingkungan Pendem, salah seorang Pengurus DPC Organisasi Angkutan Darat (Organda) Jembrana mengatakan untuk AKDP, Angkot dan Angdes yang kini beroperasi sudah tidak bisa lagi untuk mencari izin operasional.

Hal ini disebabkan, sesuai aturan dari pemerintah pusat yakni Permenhub 32 tahun 2016, ada 11 syarat yang telah direvisi dan harus dipenuhi bagi angkutan umum. Syarat itu juga telah dituangkan dalam Perda Provinsi Bali nomor 4 tahun 2016 di antaranya izin penyelenggaraan angkutan umum (orang maupun barang) harus berbadan hukum.

Baca Juga :  Kemacetan di Bypass Ngurah Rai, Moeldoko Cek Pelabuhan Sanur

“Jika dahulu, boleh atas nama perorangan. Sekarang harus berbadan hukum. Kami sudah berbadan hukum yakni Koperasi Angkutan Mertha Sedana. Namun jika belum mengantongi izin penyelenggara angkutan umum, maka tidak bisa bayar pajak. Kendaraan angkutan konvensional seperti bus bisa disamsat tanpa izin penyelenggara namun harus dirubah menggunakan TNKB Hitam menjadi kendaraan pribadi. Namun kembali lagi pihak Samsat tidak mengizinkan, karena tetap terbentur usia kendaraan,” ujar Surya Dharma.

Saat ini, di Jembrana saja ada 225 unit AKDP yang terdiri dari 125 unit micro bus dan izusu 100 unit yang rata-rata sudah tua. Meski sering dirapatkan, namun tidak ada solusi lain untuk menyiasat tahun perakitan kendaraan.

Baca Juga :  Kaesang Resmi Gabung ke PSI, Keluarga Besar PSI Ajak Sama-sama Berjuang

Solusinya yakni peremajaan dengan membeli kendaraan baru, namun dengan penghasilan sopir angkutan umum yang terbilang minim untuk makan saja sudah kewalahan, maka untuk membeli armada baru jelas sulit direalisasikan.

“Penumpang sepi belum lagi travel bodong dan AKAP yang ikut mencari muatan di jalanan,” ujarnya.

Ketua DPC Organda Jembrana I Made Sarka juga mengakui masalah yang dialami sopir angkutan umum tersebut. Mereka pun sudah melayangkan surat ke DPRD Provinsi Bali dan sudah datang ke Gedung DPRD Provinsi Bali pada pertengahan bulan lalu.

“Kami sudah sempat bertemu dengan dewan provinsi, persoalan usia kendaraan yang berpengaruh pada pajak kendaraan serta sepinya penumpang yang menyebabkan peremajaan kendaarn tidak mungkin dilakukan,” katanya.