Terbelenggu Kemiskinan, Keluarga ini Puluhan Tahun Buang Air Besar di Saluran Irigasi Subak

Singaraja, balipuspanews.com| Tersandung kemampuan ekonomi hingga memaksa pasangan suami istri Nyoman Wita (55) dan Made Ratmini (54), warga Banjar Dinas Kusia, Desa Bebetin, Kecamatan Sawan harus rela bertahan dalam kondisi kesehatan yang cukup memprihatinkan.

Pasutri miskin ini setiap hari memanfatkan saluran irigasi subak sebagai tempat buang air besar (BAB). Pasalnya, keluarga yang berada di bawah garis kemiskinan ini belum memiliki jamban sebagai penampungan tinja.

Pasutri miskin ini menempati bangunan rumah dengan ukuran 8 X 6 meter di atas tanah seluas 200 meter persegi. Bangunan rumah yang berdiri sejak 2006 silam kondisinya juga terlihat sudah sangat memprihatinkan, dindingnya sudah banyak yang retak dan jebol. Lantai juga hanya beralaskan tanah sehingga saat turun hujan rumah tersebut menjadi becek, sangat terlihat kumuh dan tidak sehat. Bahkan di dalam rumah tidak layak huni tersebut juga tinggal dua kepala keluarga dengan jumlah tujuh jiwa.

“Sebenarnya malu, setiap hari membuang kotoran di tempat terbuka. Namun kami tidak punya biaya untuk membuat WC. Rumah yang kami andalkan untuk tempat berteduh keluarga tidak bisa kami perbaiki, atap sengnya juga sudah banyak bocor,” kata Ratmini saat ditemui, Senin 6 Desember 2017.

Baca Juga :  Musrenbang FMIPA, Dekan Target Pencapaian IKU

Semenjak suaminya terserang sakit stroke 15 tahun silam, Ratmini pun terpaksa bekerja banting tulang mengais rezeki untuk memenuhi kebutuhan hidup menggantikan posisi suami yang sedang sakit. Bermodalkan dana pinjaman pada rentenir, ia mengadu untung berjualan penganan tradisional di pasar tradisional setempat.

“Tiyang jualan blayag tiap sore di depan pasar Bebetin untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari. Modal jualan pinjam sana-sini. Jika dagangan laris dalam sehari dapat untung Rp 50 ribu dengan modal awal Rp 100 ribu,” tambahnya.

Ratmini juga sudah berulangkali berusaha meminta bantuan kepada pihak pemerintah desa setempat, tetapi hingga saat ini tak kunjung mendapat tanggapan. Akibat perilaku tidak sehat itu, kini hampir setiap minggu kedua cucunya silih berganti menderita diare dan panas tinggi.

“Sudah berulangkali pegawai desa datang ke rumah, photo-photo kondisi rumah,” ungkapnya. 

Baca Juga :  Jadi Caleg, DKPP Berhentikan Ketua KPU Kabupaten Maluku Barat Daya

Sementara itu, anaknya Ketut Budarasa (30) ketika ditanya mengatakan dirinya sedih tidak bisa membantu orang tuanya yang sudah renta tersebut, karena pekerjaannya sebagai buruh serabutan hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup dan keluarganya saja.

Selain itu, sekitar satu meter di sebelah selatan rumah keluarga ini ada kandang babi dengan ukuran 1 X 1 meter yang menambah kumuh pemandangan rumah itu.

Menurut Kepala Dusun Kusia, Kadek Martendra menjelaskan bahwa dari jumlah 450 kepala keluarga (KK) yang ada di Dusun Kusia, terdapat 15 KK yang belum memiliki jamban.

Ia pun sudah mengajukan usulan jamban kepada pihak pemerintah Desa Bebetin di tahun 2016.

“Keluarga Nyoman Wita salah satu yang kami usulkan, karena tercatat sebagai warga miskin di Kusia,” jelas Martendra. 

Kepala Puskesmas Sawan II, drg Ardika saat dikonfirmasi juga menerangkan bahwa dampak serius yang ditimbulkan jika ada warga tidak memiliki jamban berpengaruh besar pada kesehatan masyarakat itu sendiri. 

Baca Juga :  Kebijakan Fiskal 2024 Didesain untuk Percepat Transformasi Ekonomi Inklusif dan Berkelanjutan

“biasanya kasus diare meningkat akibat tercemarnya air bersih. Dampaknya nanti meluas pada penyakit menular lainnya,” singkatnya. 

Sedangkan Kepala Desa Bebetin, Ketut Laksana ketika ditemui di ruang kerjanya tidak menampik adanya beberapa warganya yang belum memiliki jamban. Namun karena program yang telah berjalan saat ini menitikberatkan pada sektor perbaikan infrastruktur maka program pengadaan jamban akan dilakukan pada tahun berikutnya.

“Anggaran pemerintah desa saat ini fokus pada penuntasan perbaikan akses jalan, gedung juga lainnya. Kalau pengadaan program jamban itu tanggung-tanggung hanya dua atau tiga biji bagi kepala keluarga yang tidak memiliki jamban, nanti bisa menimbulkan kecemburuan sosial,” ucapnya. 

Untuk menanggulangi kebutuhan jamban tersebut, Ia akan segera melakukan beberapa langkah serta upaya dengan melakukan kordinasi di instansi terkait di tingkat kabupaten atau provinsi.

“Sepanjang dinas punya program jamban nanti kita ikutkan. Namun seandainya tidak ada, pihak pemerintah desa sendiri yang akan menyusun program pengadaan jamban itu,” pungkasnya.