Tetap Gigih Lakoni Kehidupan Ditengah Pandemi, Seorang Arsitek Pilih Berbisnis Dupa

Dupa produksi seorang arsitek I Gusti Ngurah Artawan
Dupa produksi seorang arsitek I Gusti Ngurah Artawan

TABANAN, balipuspanews.com – Akibat pandemi Covid-19 yang melanda sejak hampir dari dua tahun lalu, banyak warga yang kehilangan pekerjaannya. Sementara pada sisi yang lain, demi tanggungjawab terhadap keluarga dan tuntutan agar dapur tetap ngebul, tentu harus ada sumber pendapatan alternatif.

Sehingga tidak sedikit kemudian warga memilih bertahan hidup dengan melakukan profesi yang berbeda dari profesi yang dilakoni sebelumnya. Seperti halnya profesi yang dilakoni saat ini oleh I Gusti Ngurah Artawan, warga Banjar Bugbugan, Desa Senganan, Penebel, Tabanan. Profesi apa pilihannya? Berikut ulasannya.

Ditemui disalah satu sudut Kota Tabanan, Artawan yang menetap di Denpasar ini menyebutkan bahwa akibat pandemi ini ia kehilangan sumber pendapatannya akibat jarangnya ada proyek. Ia yang merupakan alumni Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Warmadewa kini memilih berprofesi sebagai produsen dupa.

Baca Juga :  Pengolahan Air Minum Berbasis Sea Water Reverse Osmosis Akan Dibangun di Jungutbatu

“Sejak sebulan terakhir ini saya memproduksi dupa. Astungkara, mulai ada pelanggan,” ungkapnya, Rabu (5/5/2021).

Artawan menyebutkan sengaja memilih berbisnis dupa. Ini dikarenakan ia melihat dupa menjadi kebutuhan penting bagi umat Hindu, khususnya umat Hindu di Bali.

Lebih jauh, Artawan mengakui bahwa usahanya ini baru merintis dengan modal awal sebesar Rp 4 juta. Modal itu ia dapatkan dari meminjam disebuah koperasi.

Disebutkannya, produk dupanya yang diberi nama “Dupa Suci Niskala” ini bahan mentahnya ia ambil dari pabrik dupa milik seorang temannya di Mengwi Gede, Badung. Ia kemudian mencelupnya dengan pengharum dupa dan dalam perharinya ia bisa memproduksi rata-rata 60 kilogram dupa dengan dua aroma.

“Adapun dua aroma dupa yang sata produksi ini berupa aroma cempaka dan jasmine. Kedua aroma ini ternyata sangat diminati para pelanggan saya,” terangnya.

Baca Juga :  Lewati Manchester United, Real Madrid Dinobatkan Sebagai Club Sepakbola Paling Berharga Di Dunia

Lebih jauh Artawan mengatakan, penjualan rata rata dupa produksinya dalam perhari baru bisa mencapai 10 hingga 20 kilogram. Penjualannya sendiri baru menyasar kebeberapa pedagang eceran canang dan pejati.

Diakuinya, jika bisa menembus reseller ke toko yang lebih besar, diyakininya bisa mendapat untung yang lebih besar dari keuntungan yang diperolehnya saat ini. Selain modalnya juga akan kembali lebih cepat.

“Namun untuk itu saya memerlukan modal yang lebih besar. Sebab umumnya toko hanya mau bekerja sama dengan produsen dengan sistem nunggu ada penjualan baru mau bayar sesuai barang terjual,” imbuhnya.

Adapun harga dupa produksinya beragam. Satu kilogramnya ia jual seharga Rp 40 ribu dan setengah kilogr Rp 25 ribu. Selain itu, ia juga menyediakan dupa dengan kemasan 2 ons seharga Rp 6 ribu dan khusus dupa pejati per kemasan isi 10 batang dijualnya dengan harga Rp 5 ribu.

Baca Juga :  Hari Lahir Pancasila di Jembrana, Serukan Semangat Persatuan

Artawan juga mengungkapkan ada hal menarik dari usaha dupa yang dilakoninya ini. Yakni sejak proses awal hingga siap dipasarkan dilakukannya dengan hati, tempat dan cara mengedepankan unsur kesucian dan sakral.

“Sebelum dupa yang saya produksi dipasarkan, terlebih dahulu saya upacarai dahulu dengan sarana banten pejati untuk membersihkan dari unsur-unsur yang tidak baik. Sehingga dupa tersebut mampu memberikan vibrasi nyaman dan sakral bagi penggunanya,” ucapnya.

Ada yang tertarik menikmati aroma harum dupa untuk menambah keheningan dalam beryadnya dan dupa tersebut hasil produksi dari seorang arsitek? Silahkan menghubunginya langsung di nomer kontak/wa : 081337999659.

Penulis : Ngurah Arthadana 

Editor : Oka Suryawan