Kuta, balipuspanews.com – Keberadaan taksi online yang sudah beroperasi sejak tahun lalu di wilayah Denpasar dan sekitarnya, memunculkan keprihatinan tersendiri di kalangan pelaku usaha transportasi konvensional.
“Jumlah taksi di Bali di Bali sekitar 2.800-an, terdiri atas Jimbaran Taksi, Ngurah Rai, Wahana, Komotra, Kowinu Bali dan Bali Taksi,” ujar Wayan Pande Sudirta, Dewan Pimpinan Unit (DPU) Taksi Organda Bali ketika memberikan keterangan pada media di Pondok Tempo Doeloe, Kuta, Badung, Senin (19/2).
Sekarang ini, lanjut Pande Sudirta, dengan hadirnya taksi online yang banyak beroperasi tanpa izin di Bali sejak pertengahan 2017, maka berimbas terhadap pendapatan taksi konvensional.
Dia mengatakan, sekarang aktivitas pengemudi taksi konvensional jadi menurun 30% dibandingkan sebelumnya. Bahkan, pendapatan pengemudi taksi konvensional menurun drastis sampai 65%.
“Bagaimana kita bisa bersaing secara sehat, kalau tarif taksi konvensional Rp 6.500/km. Sedang taksi online tarifnya Rp 3.100 atau maksimal Rp 3.500 per kilometernya,” katanya.
Pande Sudirta menegaskan, dari segi tarif saja sudah jelas amat tidak berimbang. Hal ini dikarenakan tarif taksi online lebih murah 50% dari taksi konvensional.
“Selain itu, taksi online tidak berizin, sedang kita mau mengurus KIR saja susah prosedurnya. Jadi intinya, keberadaan transportasi online ini dianggap mematikan moda transportasi umum dan melanggar Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor: 108 Tahun 2017 Tentang penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek,” katanya.
Terkait dengan kondisi ini, maka pihaknya meminta kepada pemerintah agar ada tindakan proteksi terhadap taksi konvensional. Kalau kondisi ini dibiarkan berlarut-larut, maka lambat laun taksi konvensional akan gulung tikar.
“Kita bukan antipati pada taksi online. Hanya meminta pihak transportasi online supaya mengikuti aturan dengan mengurus perizinan dan ada kesetaraan harga. Di luar negeri, taksi online lebih mahal dari taksi konvensional. Jadi tidak ada benturan harga di lapangan,” katanya.
Sementara itu, Ketua Paguyuban Taksi Online Bali, Wayan Suata mengatakan bahwa banyak taksi online yang merupakan kendaraan pribadi yang bernomor polisi luar daerah Bali, namun seenaknya beralih fungsi menjadi taksi online yang beroperasi tanpa izin.
“Tentu hal ini merugikan taksi konvensional dan juga taksi online yang berizin resmi. Ini sama dengan mebenturkan kami di lapangan, karena tidak sebanding dari sisi harga,” ujar Suata. (Vivi)