
Negara, balipuspanews.com – Warga Desa Batuagung, Jembrana menolak acara peluncuran buku Batuagung Bangkit Dari Kenangan Tragedi G30s. Akibat tolakan itu, peluncuran yang rencana dilakukan di aula Jimbarwana, kantor Bupati, Jembrana Selasa (18/4) urung dilakukan.
Sesuai surat undangan yang ditandatangani Ketua Peluncuran Buku Universtitas Mahendradatta Bali, I Wayan Sutrisna, buku itu diluncurkan pukul 10.00 Wita.
Bahkan yang diudang juga sudah datang untuk mengikuti peluncuran buku dengan penulis I Gusti Ngurah Arya Wedakarna, I Wayan Sutrisna dan Ni Putu Ari Setiawati tersebut.
Namun rencana itu dibatalkan karena ada surat penilakan dari warga Batuagung yang dilayangkan kepada Bupati Jembrana dan ditembuskan ke Camat Jembrana Jembrana dan Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Pemkab Jembrana. Dalam surat bernomor 070/649/IV/2017 tertanggal 17 April 2017 yang ditandatangani oleh Ketua BPD Desa Batuagung, Ida Komang Anom, Bendesa Pakraman Batuagung, Ida Bagus Matra dan Perbekel Batuagung, Ida Bagus Komang Widiarta, isinya atas nama Masyarakat Desa Batuagung, Jembrana menolak acara peluncuran acara tersebut.
Menurut keterangan Perbekel Batuagung, Ida Bagus Komang Widiarta sebelum surat penolakan itu dikirim, lebih dahulu dilakukan pertemuan bersama tokoh dengan Tim Peluncuran Buku itu untuk menjelaskan duduk persolannya. Isi buku itu memang bagus. Namun judul buku itu yang dinilai tokoh-tokoh kurang tepat atau bisa menimbulkan kesan seolah-olah Desa Batuagung merupakan basis PKI.
“Isinya memang tidak ada menyebut seperti itu. Batuagung bukanlah basis PKI namun menerima dampaknya dari tragedi itu. Tetapi judulnya yang mengundang pertanyaan dari masyarakat,” ungkapnya.
Widiarta juga menyampaikan kalau sebelumnya tidak ada kordinasi apapun yang dilakukan terkait peluncuran buku tersebut. Prosudur penulisannya juga belum lengkap dimana menurutnya jika hasil penelitian maka sebelum dilakukan penelitian haruslah ada rekomendasi dan ijin dari Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) dan peneliti juga harus menyerahkan proposal penelitiannya ke desa. Tetapi masalah itu sudah diklarifikasi dan tidak ada pembatalan peluncuran buku itu tetapi hanya ditunda.
”Kami berharap penerbit bisa merevisi dan sebelum diluncurklan seharusnya dilakukan bedah buku,” harapnya.
Disisi lain, juga digelar pertemuan dengan Tim Peluncuran di Kantor Kesangpol Pemkab Jembrana. Ketua Tim Penyusun Buku, Ni Wayan Ari Setiawati, SE menjelaskan tujuan penulisan buku ini adalah untuk mendokumentasikan dan mendiskripsikan tentang keberadaan salah satu desa yang pernah mengalami kekerasan massal.
Buku itu juga mendokumentasikan keunikan khas yang merekam jejak kearifan budaya lokal Hindu Bali yang tetap bertahan sampai sekarang. Seperti tatanan adat istiadat dan budaya kuno yang masih dijalankan dan mampu berjalan seiring serta sejalan perubahan di era modern ini. Salah satu tradisi keunikan ini diangkat sebagai contoh adalah ritual pembersihan alam semesta atau upakara atma wedana bhuana agung, pada saat pengangkatan tulang belulang korban G30S/PKI di Banjar Masean, Batu Agung beberapa waktu lalu.
Pihaknya juga akan merevisi judul buku Batuagung Bangkit Dari Kenangan Tragedi G 30 S agar sesuai dengan isinya.