
JAKARTA, balipuspanews.com – Gubernur Bali, I Wayan Koster menegaskan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Provinsi Bali sebagai RUU inisiatif DPR RI sudah sangat komprehensif dan memadai untuk dibahas DPR RI bersama pemerintah, hingga selanjutnya dapat disahkan dan diberlakukan menjadi Undang-Undang.
Penegasan disampaikan Wayan Koster dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Panitia Kerja (Panja) pembahasan RUU Delapan Provinsi.
RUU Provinsi Bali merupakan salah satu RUU yang segera akan dibahas antara Komisi II DPR bersama pemerintah dalam Panja RUU Delapan Provinsi.
Delapan Provinsi yang pembahasan RUU segera dibahas yaitu Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Selatan, Bali, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, dan Maluku.
5 Gubernur/utusan yang mewakili termasuk Gubernur Bali memenuhi undangan RDPU tersebut yaitu Gubernur Sumatera Utara, Gubernur Jawa Timur, Gubernur Kalimantan Tengah, Gubernur Bali, dan Gubernur Maluku.
Rapat mengagendakan masukan dari para gubernur atau utusan yang mewakili dalam rangka terkait materi pembahasan RUU.
“Kami sudah cermati, baik dari naskah akademik dan draf rancangan UU Provinsi Bali yang disusun oleh Komisi II DPR RI, sudah mengakomodasi usulan yang diajukan pemprov Bali, bahkan materi UU tersebut sudah sangat komprehensif dan memadai,” ucap Wayan Koster dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia di Ruang Komisi II DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/3/2023).
Untuk diketahui, RUU tentang Provinsi Bali telah diajukan Gubernur Bali Wayan Koster dengan mendatangi Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
Salah satu hal mendasar dari pengajuan RUU itu adalah bahwa Bali dibentuk dengan Undang-Undang (UU) 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur yang masih berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950) dalam bentuk Negara Republik Indonesia Serikat (RIS).
Padahal saat ini, Indonesia menggunakan UUD 1945 dengan bentuk negara yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tidak berbentuk federal seperti halnya zaman RIS.
Koster mengatakan masyarakat Bali terus menantikan disahkan dan diberlakukan RUU tentang Provinsi Bali, yang saat ini draf materi RUU nya sudah disempurnkan dan disusun kembali oleh Komisi II DPR RI.
Menurut Koster, masyarakat Bali sangat membutuhkan UU baru terkait dasar hukum pembentukan Provinsi Bali mengingatkan UU yang berlaku saat ini masih menggunakan UU lama yaitu UU Nomor 64 Tahun 1958 yang masih berpedoman pada Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950).
“UUDS itu segera digantikan sesuai dengan sistem ketatanegaraan yang berlaku UUD NRI 1945 dan bentuk negara kita, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” urai Koster.
Koster menambahkan, secara hukum RUU tentang Provinsi Bali sesungguhnya sangat moderat, wajar dibuat kekhususan, netral serta tidak membebani pemerintah pusat sehingga tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Untuk itu, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada Komisi II DPR RI untuk membahas bersama pemerintah guna mencapai kesepakatan.
“Oleh karena itu, kami menyerahkan kepada Komisi II DPR RI untuk membahas kembali serta kami memohon agar RUU tentang Provinsi Bali ini segera dapat disahkan untuk mengisi kekosongan mengingat UU Nomor 64 Tahun 1958 sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku,” tegas Ketua DPD PDI Perjuangan Bali ini.
Segera Disahkan DPR
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia menjelaskan poin-poin masukan utama yang diterima Gubernur Bali Wayan Koster dan juga kepala daerah lainnya terkait penyusunan RUU Delapan Provinsi tersebut, diantaranya adalah mengenai kejelasan karakteristik atau kekhasan daerah.
Para kepala daerah tersebut memberikan masukan materi RUU pasal per pasal seperti DIM (Daftar Inventaris Masalah). Sehingga akan memudahkan Panja menyelesaikan RUU Delapan Provinsi secepatnya.
“Sebagian besar sih sebetulnya pertama secara substansi, mereka ingin lebih jelas mendeskripsikan tentang karakteristik atau kekhasan dari daerah mereka. Misalnya, tadi Kalimantan Tengah mengusulkan leterlek sebagai daerah pertanian,” terang Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar ini.
Legislator Dapil Sumatera Utara III ini juga menambahkan, perihal pelurusan sejarah terkait hari jadi atau kapan pertama kali provinsi tersebut lahir juga menjadi masukan dalam pembahasan RUU delapan provinsi ini.
Menurutnya, dalam pembahasan bersama kepala daerah ini, bisa jadi akan ada perubahan hari jadi di beberapa provinsi.
“Ini kami temukan juga kemarin di Jawa Tengah dan di Sumatera Selatan, dan hari ini juga sama disampaikan dari Jawa Timur. Jadi ada beberapa gubernur yang kalau hari jadinya dipakai yang sekarang itu seperti tidak diakui eksistensinya.
Maka akhirnya mereka melakukan penelusuran lagi secara historis dan alhamdulillah waktunya pas. Jadi mereka selama ini juga sedang mencari tahu di mana? Kalau memang proses pelurusan sejarah itu diletakkan dengan adanya pembahasan undang-undang ini. Nah, ini mereka jadi momentum untuk memasukkan itu,” ujar Doli.
Doli berharap dalam beberapa hari ke depan, pembahasan segara dikebut sehingga RUU yang menjadi usul inisiatif DPR ini bisa segera disahkan dan diberlakukan.
“Mudah-mudahan hari Rabu rencana agenda yang kita susun sudah bisa selesai di tingkat I, sehingga nanti pengambilan keputusan tingkat I. Setelah itu kita menunggu jadwal di Paripurna,” kata Doli.
Penulis : Hardianto
Editor : Oka Suryawan