
BULELENG, balipuspanews.com – Anggota Komisi IX DPR RI I Ketut Kariyasa Adnyana ikut angkat bicara mengenai sejumlah isu menjelang Pemilu 2024 mendatang. Salah satu isu yang mencuat hingga menyebabkan sebuah polemik ada yang menginginkan Pemilu dengan sistem proporsional terbuka dan ada pula yang menginginkan dengan sistem proporsional tertutup.
Menurut politisi dari Daerah Pemilihan (Dapil) Bali ini mengatakan apabila nantinya Pemilu mendatang menggunakan sistem proporsional terbuka maka bisa cukup rentan dijadikan sebagai praktek untuk melakukan politik transaksional atau money politik oleh oknum-oknum politisi khusunya yang memiliki banyak uang dan berminat maju sebagai anggota dewan.
Dengan demikian maka akan menutup segala kemungkinan salah satunya yang benar-benar memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin akan tetapi tidak memiliki atau mempunyai uang banyak.
“Jika dilihat kalau misalnya terbuka maka sangat banyak peluang menjadi praktek politik transaksional atau money politik terjadi. Coba semisal kalau tidak punya uang kan tidak mungkin maju, bayangkan saja berapa uang yang akan dikeluarkan kalau dekat Pemilu bayar.
Tapi untuk bisa dapat menentukan kualitas tentu bagusnya tertutup, tapi di partai yang memilih,” jelas politisi asal Busungbiu itu.
Kariyasa yang merupakan Kader dari PDI Perjuangan ini pun menyampaikan bahwa dalam menyusun setiap kebijakan yang ada khususnya di lembaga DPR RI, dibutuhkan orang-orang yang memiliki kemampuan seperti aktivis, guru besar, ahli kesehatan sampai dengan ilmuwan dalam melakukan penyusunan undang-undang hingga APBN.
Sebab kebijakan yang lahir dari aktivis hingga guru besar diyakini olehnya dapat berpihak untuk seluruh masyarakat dan bangsa.
“Aktivis dan guru besar itu justru kalah saing dengan politisi yang hanya bermodalkan uang saja. Yang lebih bahaya lagi kalau yang hanya bermodalkan uang ini menang, itu akan mempengaruhi ideologi bangsa dan negara ini,” tegas dia.
Bahkan selain diperkirakan akan rentan sebagai lahan praktek money politik, dengan sistem proporsional terbuka pemimpin yang di pilih ditakutkan hanya mementingkan kepentingan kelompoknya serta kepentingan tertentu semata.
Kemudian, pemimpin yang tepilih hanya mementingkan kemenangan di daerah pemilhan (dapil) tanpa memikirkan bagaimana membuat pertauran/kebijakan yang benar-benar untuk kepentingan bangsa dan negara.
“Kita takutkan nantinya berfikir kepentingan keuntungan pribadi agar diplih secara pribadi. Padahal harusnya memikirkan undang-undang yang bersifat kebijakan keseluruhan untuk bangsa dan negara. Sehingga ini yang menjadi sebuah hal yang memang harus di perbaiki,” sebut dia.
Perlu diketahui, polemik pemilihan umum (Pemilu) 2024 dengan sistem proporsional tertutup masih menjadi pro dan kontra di kalangan partai politik. Polemik ini sedang berproses di Mahkamah Konstitusi (MK) dan belum di putuskan apakah pemilu 2024 akan menggunakan sistem proporsional tertutup atau terbuka.
Terkait kedua sistem ini yakni untuk Sistem proporsional tertutup akan membuat para pemilih hanya melihat logo partai politik (parpol) pada surat suara, bukan nama kader partai yang mengikuti pemilihan legislatif (Pileg).
Sedangkan sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos partai politik ataupun calon anggota legislatif yang diinginkannya.
Penulis : Nyoman DarmaÂ
Editor : Oka Suryawan