DENPASAR, balipuspanews.com–
Aksi tidak senonoh dilakukan WNA di puncak Gunung Agung dan saat pelaksanaaan Catur Brata Penyepian sehingga mendapat berbagai tanggapan dari netizen di sosial media. Menanggapi kecaman warga Bali tersebut, Ketua PHDI Provinsi Bali, Nyoman Kenak angkat bicara.
Pernyataan tegas dikeluarkan PHDI agar WNA yang tidak bisa menghargai Bali dideportasi kembalikan ke negara asalnya. Pihaknya berharap kepada aparat yang berwenang agar bertindak tegas terhadap WNA yang berulah di Pulau Dewata.
Dikonfirmasi media ini, Sabtu (25/3/2023), Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali, I Nyoman Kenak, menanggapi, selain penegakan hukum, dia menilai masyarakat di kawasan suci juga harus meningkatkan kewaspadaannya terhadap kunjungan wisatawan mancanegara maupun domestik.
Dari informasi yang dia dapat, Kenak menyebutkan bule tersebut mendaki ke Gunung Agung tanpa didampingi pemandu. Rombongan bule yang diperkirakan berjumlah tujuh orang itu diduga mendaki pada dini hari, saat tidak ada petugas.
“Ini jadi renungan bersama, kami menilai tidak ada pihak yang disalahkan, namun kini kita perlu melakukan pengawasan yang lebih ketat. Kami meyakini masyarakat setempat telah memikirkan hal ini,” pungkasnya.
Selain itu, Kenak juga mendapat banyak kiriman dokumen soal bule yang berulah saat Pelaksanaan Catur Brata Penyepian pada Rabu 22 Maret 2023. Dalam postingan itu, bule nampak tetap beraktifitas seperti biasa di tempat umum. Postingan itu menuai kecaman terutama dari masyarakat Bali.
Aksi tersebut dinilainya bukan lagi soal kurangnya edukasi terhadap wisatawan. Namun memang perilaku bule yang tak bisa menghargai kesakralan pelaksanaan Nyepi di Bali.
“Bule-bule, atau siapapun yang tak bisa menghargai Bali, harusnya ditindak tegas. Kalau bule, ya deportasi!,” ungkapnya.
Dirinya mendukung upaya pihak berwenang seperti Polisi, Kemenkumham, Imigrasi serta Pemerintah Provinsi Bali untuk menindak tegas bule-bule nakal, maupun pihak lainnya yang melecehkan Bali.
“Penindakan dilakukan untuk mendukung pariwisata Bali yang berkualitas. Tentu dampaknya ada, misalnya kunjungan wisman menurun, tapi kita tidak lagi ingin wisata yang menentukan kuantiti, tapi kualitas,” tegasnya.
Sanksi tersebut menurutnya tidak sebanding dengan kerugian masyarakat setempat untuk menggelar upacara dan menjaga kesucian pelaksanaan Nyepi.
Dia mengapresiasi peran Pecalang di masing-masing desa adat yang telah berupaya menjaga daerahnya agar pelaksanaan Nyepi kondusif.
Penulis: Budiarta
Editor: Oka Suryawan