DENPASAR UTARA, balipuspanews.com- Tarian sakral Legong Dedari yang diwarisi warga banjar Pondok, desa Peguyangan, Denpasar Utara menjadi salah satu obyek rekontruksi Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Melalui Lembaga Penelitian Pengabdian Kepada Masyarakat dan Pengembangan Pendidikan (LP2MPP), langkah ISI Denpasar itu dilakukan untuk ” menyelamatkan ” warisan budaya Bali agar tidak dilupakan akibat perkembangan jaman.
Pembukaan rekontruksi tarian sakral Legong Dedari dipimpin Wakil Rektor III, I Gusti Ngurah Seramasara, Rabu ( 20/2/2019) yang dihadiri seluruh warga Banjar Pondok,Peguyangan. Nampak pula penari, penabuh serta tokoh masyarakat dan dosen dari ISI Denpasar.
Seramasara mengatakan, kesenian tradisional Bali sangat melekat dengan agama Hindu. Menurutnya, tidak ada agama Hindu tanpa kesenian. Tarian Sanghyang Legong Dedari dipercara warga mengusir wabah penyakit yang datang saat sasih kaenem dan kesanga. Hal ini dipertegas dengan tulisan Tjokorda Raka Sukawati 1925 dalam jurnal majalah Jawa dengan judul” Sang Hyang Mepalu”.
“Tiang yakin tari ini tidak ditemukan asal usulnya. Mengenai asal katanya Hyang artinya kekuatan magis atau roh, kalau roh dibuatkan upacara atau sesaji maka akan bisa melindungi,” sebutnya.
Ditambahkan Seramasara, tahapan rekonstruksi untuk membangun kembali, harus ada tokoh masyarakat yang ingat, petunjuk yang akan dikembangkan, bangun, penelitian, evaluasi, mencari narasumber, tokoh masyarakat yang masih ingat dan masih tahu.
Lebih lanjut dirinya menjelaskan, selama ini kegiatan rekontruksi sudah dilakukan dibeberapa daerah di Bali seperti rekonstruksi Prasi di Tenganan dan Sidemen, Wayang Wong di Budakeling , Joged Pingit di Pengosekan, dan lain-lain.
” Harapan kami, kesenian ini bisa bangkit kembali, budaya hidup, kearipan lokal hidup, dan bisa mensejahterakan. Selain itu juga berkepentingan membangkitkan akar dari tradisi agar tidak kehilangam tradisi. bisa menolak wabah,” Jelasnya.
Sementara tokoh masyarakat I Made Pujawan mengatakan, keberadaan tarian sakral ini kedepannya betul – betul dibangkitkan untuk generasi yang akan datang agar tidak hilang.
Ditambahkan Pujawan, pementasan tari sakral Legong Dedari rutin dipentaskan setiap enam bulan sekali bertepatan piodalan di Parhyangan Banjar Pondok tepatnya pada hari tumpek wayang.
“Penari sendiri langsung dicari yang memliki bakat menari yang berasal dari Banjar Pondok yang merupakan panjak Ida Bathara dan penarinya tidak begitu khusus. Penarinya sendiri bersifat ngayah,” jelasnya.
Disinggung Pujawan, keberadaan Tari Legong Dedari, menurut informasi dari tetua dan tokoh masyarakat, tarian tersebut sudah ada lebih dari 100 tahun. Salah satu penari yang masih aktif adalah Ni Ketut Bintang Agustini yang dalam setiap pementasan selalu ngayah dan mengajarkan kepada generasi muda.
Penari Legong Dedadi sendiri berjumLah 12 orang dan penabuh 29 yang merupakan pemudi-pemudi Banjar Pondok, Desa Peguyangan.
Ketua Panitia rekonstruksi Legong Dedari I Ketut Muka Pendet mengatakan, kegiatan rekonstruksi ini dilakukan selama satu bulan dengan 25 kali pertemuan. Hasil akhir yang diinginkan dari tari ini, gerak tarinya tidak lepas dari pakem lama, untuk membangkitkan budaya lokal genius yang pernah ada. Rekonstruksi dimulai dari riset, kemudian hasil akhirnya berupa laporan ilmiah.
” Yang terlibat dalam hal ini yaitu tokoh masyarakat, sekaa truna-truni serta dosen seni karawitan dan tari,” ujarnya.
Pendet beharap, kesenian langka ini bisa dikenali oleh generasi milenial sekarang, pasalnya kesenian itu pernah ada dan terlupakan, sehingga masyarakat menjadi lebih dikenal karena merupakan warisan budaya yang adi luhung. (Adv/bud/bas/bpn/tim).